Jumat 11 Feb 2022 00:39 WIB

Amnesty International Koreksi Menko Polhukam Soal Polisi Sesuai Prosedur di Wadas

Amnesty menegaskan, tidak benar tidak ada kekerasan dari aparat di Desa Wadas.

Rep: Rizky Suryarandika, Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty International Indonesia menuntut Pemerintah Pusat dan Pemprov Jawa Tengah menuntaskan masalah di Desa Wadas, Purworejo tanpa menimbulkan korban. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo harus bertanggungjawab atas insiden di Desa Wadas.

"Tentu Presiden Jokowi dan Gubernur Ganjar harus bertanggungjawab atas pengerahan pasukan yang berlebihan dan dampaknya yang melanggar prinsip-prinsip negara hukum dan penghormatan HAM," kata Usman Hamid, dalam konferensi pers virtual terkait nasib warga Wadas pada Kamis (10/2/2022).

Baca Juga

Usman mengkritik langkah pengerahan pasukan gabungan TNI-Polri ke Desa Wadas. Usman menganggap tindakan tersebut tak perlu dilakukan. Apalagi kekuatan yang diturunkan ke Desa Wadas seolah ingin memulai 'perang'.

"Kebijakan kekuatan pasukan keamanan ke Desa Wadas sangat berlebihan, dilihat dari jumlah satuan dari yang berseragam dan tidak berseragam, termasuk jenis kendaraan yang digunakan," ujar Usman.

Selain itu, Usman mengakui memang tak ada aksi penembakan oleh aparat kepolisian. Namun, ia menegaskan aksi kekerasan belum hilang dari Desa Wadas dan sekitarnya. Terlebih, aparat polisi masih melakukan penjagaan disana.

"Benar tidak ada penembakan dari aparat, tapi tidak benar jika dikatakan tidak ada kekerasan dari aparat," tegas Usman.

Usman juga meralat pernyataan polisi soal kehadiran mereka disana atas permintaan warga guna mencegah konflik horizontal. Ia menyebut kehadiran polisi sebenarnya ditujukan untuk menjaga keamanan petugas BPN yang hendak melakukan pengukuran tanah.

"Penambahan pasukan terjadi ditujukan untuk mengamankan warga, termasuk para pendamping dari pekerja bantuan hukum seperti LBH Yogyakarta atau pendamping lainnya SP Kinasih, dan kalangan seniman, dengan satu dalih bahwa sikap pendampingan mereka dianggap telah menghalangi proyek pemerintah," tutur Usman.

Oleh karena itu, Usman juga mengoreksi keterangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang mengeklaim tindakan kepolisian di Wadas sesuai prosedur dan terukur. "Sulit berpegangan pada penjelasan Menko Polhukam bahwa polisi sudah bertindak secara prosedur untuk menjamin keamanan masyarakat karena yang dijamin adalah dari pejabat negara yang turun ke lokasi," tegas Usman.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengeklaim, tidak ada kekerasan dan penembakan dari aparat keamanan saat pengamanan pengukuran lahan untuk proyek Bendungan Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purwerejo, Jawa Tengah. Menurut Mahfud, kepolisian sudah bertindak sesuai dengan prosedur yang ada.

Baca juga : Divhumas Polri Revisi Unggahan Soal Hoaks Pengepungan Masjid Wadas

"Sampai saat ini kita proses cooling down dulu. Polisi sudah bertindak sesuai prosedur untuk menjamin keamanan masyarakat. Tidak ada kekerasan dari aparat, tidak ada penembakan," kata Mahfud dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (9/2/2022).

Mahfud menjelaskan, polisi telah melakukan tindakan untuk mengawal dan menjaga masyarakat. Sehingga tidak terjebak dalam konflik horizontal dan terprovokasi antar sesama warga. "Polisi sudah bertindak atas permintaan untuk pengawalan dan menjaga masyarakat agar tida terjebak konflik horizontal dan terprovokasi antarsesama masyarakat," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement