Kamis 17 Feb 2022 17:38 WIB

Akademisi: JHT Bisa Berperan Tekan Angka Kemiskinan Lansia

Mayoritas masyarakat dengan usia 56 tahun sampai 71 tahun tergolong rentan miskin.

Red: Ratna Puspita
Program jaminan hari tua (JHT) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai dapat berperan dalam menekan angka kemiskinan lansia di Tanah Air. (Foto terkait: Aksi buruh menolak Permenaker soal JHT)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Program jaminan hari tua (JHT) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai dapat berperan dalam menekan angka kemiskinan lansia di Tanah Air. (Foto terkait: Aksi buruh menolak Permenaker soal JHT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program jaminan hari tua (JHT) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai dapat berperan dalam menekan angka kemiskinan lansia di Tanah Air. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto mengatakan, berdasarkan statistik, mayoritas masyarakat dengan usia 56 tahun sampai 71 tahun tergolong rentan miskin.

Karena itu, ia mengatakan, masyarakat pada rentang usia tersebut membutuhkan jaminan perlindungan sosial yang kokoh. "Angka harapan hidup di Indonesia berada pada usia 71 tahun. Sementara itu, JHT memberikan perlindungan kepada pekerja sejak usia 56 tahun," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Baca Juga

Dengan demikian, lanjutnya, secara normatif program JHT tersebut memberikan jaminan kelayakan hidup kepada masyarakat pekerja selama 15 tahun, bahkan berpotensi lebih lama. "Statistik orang usia tua rentan jatuh miskin, sehingga ide dasar JHT ini untuk menyiapkan usia pensiun dan ada minimum pendapatan untuk hidup," ujarnya.

Ia pun mengacu pada pengalaman negara lain penyalurannya pada umur tertentu, walaupun boleh ada yang diambil sebagian pada periode tertentu misalnya 10 atau 30 persen. "Tetapi tidak bisa diambil 100 persen ketika berhenti bekerja atau apapun itu. Jadi, memang yang tepat seperti ini," kata Teguh.

Menurutnya, dana yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan memang bersumber dari iuran peserta. Namun, dia mengimbau kepada seluruh pekerja untuk tidak memperpanjang polemik aturan pencairan JHT yang tertuang di dalam Permenaker No 2/2022.

Sebab, aturan itu disusun dengan semangat untuk memberikan proteksi kepada masyarakat usia pensiun, sehingga tidak masuk ke dalam kategori masyarakat miskin dan rentan miskin. Terlebih, potensi lonjakan kemiskinan di usia tua sangat tinggi seiring dengan tidak adanya jaring pengaman sosial yang memadai. Hal inilah yang coba dihindari oleh pemerintah dengan menyusun regulasi tersebut.

Penolakan terhadap perubahan aturan pencairan JHT tak berdasar mengingat pemerintah telah menyediakan fasilitas perlindungan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yakni program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). "Permenaker itu bagus karena sekarang sudah ada JKP. Jadi, kita harus mengembalikan fungsi utama JHT ini untuk masa pensiunan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan bahwa tidak sepenuhnya benar JHT hanya dapat diambil saat berusia 56 tahun. Sebab, sebagian manfaatnya dapat diambil sebelum usia itu, dengan syarat tertentu salah satunya telah menjadi peserta program minimal 10 tahun.

"Saya ingin menegaskan adanya pandangan yang mengatakan bahwa manfaat JHT hanya dapat diambil pada saat berusia 56 tahun tidaklah sepenuhnya benar. Yang benar, manfaat JHT dapat diambil sebagian dengan masa kepesertaan tertentu yaitu paling sedikit 10 tahun," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement