REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Antrean di tempat pengisian bahan bakar di kota Mosul, Irak utara tampak mengular pada Jumat (18/2). Para pengemudi mengantre selama berjam-jam untuk mendapatkan bahan bakar bagi kendaraan mereka.
Selama seminggu terakhir, antrean panjang terbentuk di pompa bensin di Mosul dan provinsi Nineveh. Anggota militer dikerahkan di beberapa stasiun pengisian bahan bakar untuk mengantisipasi kekerasan dan ketegangan. Antrean tersebut menyulut kemarahan di antara pengendara karena kekurangan bensin.
“Hidup kita selalu menunggu dalam antrean. Itu sudah menjadi rutinitas,” ujar seorang sopir taksi, Abdel Khaliq al-Mousalli, dilansir Al Arabiya pada Sabtu (19/2).
Kekurangan bahan bakar kendaraan sering terjadi di Nineveh. Bensin subsidi dijual dengan harga sekitar 500 dinar Irak per liter. Namun di wilayah otonomi Kurdi, biaya bensin naik dua kali lipat.
Gubernur Nineveh, Nejm al-Jibbouri, mengatakan kekurangan bensin disebabkan oleh penyelundupan. Dia telah menginstruksikan pasukan keamanan untuk memperketat keamanan di pos pemeriksaan sebagai langkah mencegah penyelundupan bensin.
Wakil kepala badan Irak yang bertanggung jawab mendistribusikan produk minyak, Ihsan Mussa Ghanem, menuturkan Nineveh menerima lebih dari dua juta liter bensin per hari. Jumlah ini adalah yang tertinggi setelah Baghdad. Ghanem mengatakan ada aliran bahan bakar dari daerah yang lebih murah, di provinsi Nineveh, ke daerah yang lebih mahal, di Kurdistan.
"Harga minyak di Kurdistan 40 persen lebih tinggi daripada di provinsi lain dan itu telah menekan Nineveh, dengan banyak penduduk Kurdistan datang ke sini untuk mengisi,” kata Ghanem.
Irak adalah produsen minyak terbesar kedua di antara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak. Irak mengekspor hampir 3,5 juta barel per hari dan menyumbang lebih dari 90 persen pendapatan negara.