REPUBLIKA.CO.ID, Setelah minyak goreng hilang, kini giliran tempe yang lenyap di pasaran. Para perajin mogok produksi karena agar kedeleia yang melambung tinggi.
"Hari ini semuanya libur (pedagang tahu tempe), harga kedelai katanya naik jadi gak bikin tahu sama tempe pabriknya. Jadi pada gak jualan," kata Ida seorang pedangan di Pasar Sederhana Kota Bandung Jabar Senin," (21/2/2022).
Berdasarkan pantauan, banyak lapak atau kios pedagang yang biasanya berjualan tahu dan tempe di Pasar Sederhana terlihat kosong. Begitu juga keranjang-keranjang yang biasa terisi tahu tempe, yang dibiarkan kosong dan bertumpuk di pojok kios.
Di Tangerang Selatan, sejumlah warga yang berprofesi sebagai perajin tempe tampak berkumpul di lokasi pembuatan tempe di kawasan Jalan Wahid. Namun, aktivitas yang mereka lakukan bukanlah memproduksi tempe, melainkan melakukan sejumlah kegiatan lain, diantaranya renovasi lokasi produksi.
"Lagi mogok kerja kami selama tiga hari ke depan. Ini pada ngumpul bukan produksi tempe," tutur Ade (43 tahun), salah satu perajin tempe saat ditemui di lokasi produksi di Kedaung, Senin (21/2).
Kawasan Kedaung merupakan salah satu daerah di Tangsel yang notabene warganya bekerja sebagai perajin tempe dan tahu. Ade mengatakan, jumlah warga yang menggeluti profesi itu mencapai hingga ribuan dan rata-rata perorangan, bukan pabrik.
"Di sini warganya rata-rata perajin tempe tahu. Ada sekitar seribuan, dan semuanya kompak mogok kerja selama tiga hari ini," tuturnya.
Di Banyumas, Jawa Tengah, para perajin juga mogok.
Pengrajin tahu di Jalan Kaliputih, Kel. Purwokerto Wetan, Kec. Purwokerto Timur, Kab. Banyumas, Teguh Setiyanto (45 tahun) merupakan salah satu pengrajin yang mogok jualan di Pasar Wage Purwokerto.
"Hari ini saya gak jualan di Pasar Wage, tapi saya tetap produksi," ujar Teguh saat dikunjungi ke tempat produksinya, Senin (21/2).
Teguh mengungkapkan, sebelum harga kedelai naik, masih sekitar Rp 9.500 per kilogram, setiap harinya ia bisa memproduksi sekitar 9 masak tahu atau sebanyak 45 kilogram kedelai.
Saat ini, di harga kedelai Rp 12 ribu per kilogram, Teguh hanya memproduksi sebanyak 6 masak atau 30 kilogram per hari, dengan 2 masak diolah menjadi tahu goreng.
Untuk menyiasati harga yang naik, ia menjual tahu dengan ukuran yang lebih kecil. Ia mencontohkan, sebelum harga melonjak, 1 masak tahu akan dipotong 15 x 17, saat ini ia potong lebih kecil menjadi 16 x 18 potong per masak.
"Kalau ada kenaikan harga kedelai ini kan nggak mungkin kita naikin harga, pembeli nggak akan mau, paling kita perkecil ukurannya," ujar Teguh.
Sebelumnya minyak goreng juga hilang di pasaran. Warga masih sulit untuk mencari stok minyak goreng di pasar maupun pertokokan. Menteri Perdagangan M Luthfi telah mengingatkan agar jangan sampai ada pihak manapun yang menimbun minyak goreng. Penimbun dapat dikenakan sanksi tegas.
Imbau tak mogok
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengimbau produsen tempe dan tahu tak melakukan aksi mogok produksi, imbas dari tingginya harga kedelai impor sebagai bahan baku utama. Edy pun mengajak agar para produsen tempe dan tahu bersama dengan pemerintah mencari solusi. “Kami mendengar ada rencana mogok. Tentu kita hormati, tapi kami mengimbau agar tidak mogok. Kita cari solusi bersama-sama,” ujar Edy saat dihubungi, Senin (21/2).
Edy meminta masyarakat agar menunggu pengumuman kebijakan dari pemerintah yang akan disampaikan oleh Menteri Perdagangan untuk mengatasi masalah kenaikan harga kedelai. “Minggu lalu Mendag bilang bahwa minggu depan (minggu ini) akan umumkan kebijakan pemerintah. Jadi kita tunggu saja,” kata Edy.
Ia pun memastikan, pemerintah tengah berupaya menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak, khususnya produsen dan konsumen kedelai atau produk berbahan baku kedelai lainnya.