Selasa 22 Mar 2022 17:44 WIB

Terpendam Puluhan Tahun, Relief di Sarinah Kini Bisa Dilihat Pengunjung

Relief berukuran besar yang berasal dari Orde Lama ini ada di lantai dasar Sarinah.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Seorang pengunjung mengamati relief patung yang ditemukan saat renovasi Mal Sarinah di Jakarta, Senin (21/3/2022). Mal pertama di Indonesia tersebut kembali dibuka untuk umum setelah selesai direnovasi sejak 2020.
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A/wsj.
Seorang pengunjung mengamati relief patung yang ditemukan saat renovasi Mal Sarinah di Jakarta, Senin (21/3/2022). Mal pertama di Indonesia tersebut kembali dibuka untuk umum setelah selesai direnovasi sejak 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah pemugaran gedung selesai, Sarinah Community Mall di Thamrin, Jakarta Pusat, kini telah resmi dibuka untuk umum. Pengunjung yang datang ke sana dapat melihat relief berukuran besar di lantai dasar kompleks pertokoan Sarinah.

Relief yang berasal dari era Orde Lama itu sempat tersembunyi selama puluhan tahun. Setelah artefak kembali "ditemukan", kurator Galeri Nasional Indonesia Asikin Hasan dipercaya memimpin konservasi relief untuk memulihkan kondisinya. 

Baca Juga

"Proses perbaikan, saya diberi tahu akhir 2020. Lihat kondisinya memang parah. Awal 2021 kami mulai mengkaji apa saja yang menjadi kerusakan. Perbaikan fisik sampai disambung dan dibersihkan selesai Agustus, kemudian memperbaiki yang kecil-kecil," kata Asikin saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (22/3/2022).

Asikin yang merupakan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) menyampaikan, ada sekitar 25 orang yang terlibat dalam proses konservasi relief. Selain seniman, tim terdiri dari bagian riset, pengarsipan, dokumentasi, digital, serta beragam pekerjaan konservasi di lapangan.

Relief itu membentang sepanjang 15 meter dengan tinggi 2,9 meter serta lebar ke bagian depan antara 20-30 sentimeter. Asikin menyebut, relief itu merupakan karya kolektif seniman Yogyakarta pada 1960-an atas permintaan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.

Masa pembuatan relief bersamaan dengan pembangunan Sarinah, yakni pada 1963, lantas diresmikan pada 1966. Asikin menyampaikan interpretasi atas relief yang menampilkan 15 orang laki-laki dan perempuan yang melangsungkan kegiatan ekonomi dari mata pencaharian yang kala itu mengemuka.

Pada era 1960-an, Asikin menyampaikan sebagian besar rakyat Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan, lantas menjajakan hasilnya di lapak. Istilah penjaja di lapak mengacu pada kegiatan berdagang di pasar-pasar yang harinya ditentukan.

Riwayat lapak yang merupakan asal muasal pasar tradisional masih terekam hingga kini dan bisa dijumpai di beberapa lokasi di Jakarta, seperti Pasar Minggu, Pasar Senen, dan Pasar Rebo. Relief mendokumentasikan kehidupan masyarakat yang sederhana tersebut.

Menurut Asikin, Bung Karno cukup prihatin melihat keadaan itu, terutama bagi perempuan yang melapak untuk membantu menafkahi keluarga. Pekerjaan perempuan dianggap terlalu berat sehingga Bung Karno memiliki ide untuk membuat pasar modern Sarinah.

Sarinah adalah mal pertama di Indonesia yang dimaksudkan sebagai "lapak" dengan sistem lebih modern. Asikin mencontohkan, lapak saat turun hujan akan bubar, namun tidak demikian dengan Sarinah yang memiliki gedung. Sarinah pun diyakini bisa membantu mengembangkan usaha kecil para perempuan sehingga mereka bisa terus berkarya.

Dengan kata lain, relief itu jadi pengingat mengenai kondisi perdagangan di masa silam. Asikin menyampaikan, hampir semua relief-patung merupakan monumen yang mengingatkan pada masa lalu. Sebelum sampai pada masa kini, bangsa Indonesia melewati masa lalu yang sulit. Gambaran pada relief itu pun ditafsirkan ulang oleh seniman masa kini.

Selain relief di lantai dasar, di lantai enam Sarinah pengunjung bisa menyimak karya seniman Iwan Yusuf. Dia menafsirkan relief Sarinah ke dalam bentuk baru menggunakan material jaring. Pada Juni mendatang, karya-karya lain juga akan dipamerkan. 

Dalam pandangan Asikin, relief megah di lantai dasar Sarinah bisa menjadi sebuah ruang edukasi. Masyarakat Indonesia bisa mengetahui konten sejarah, utamanya tentang perdagangan. Selain itu, ada edukasi tentang seni relief. 

Di Indonesia, cikal bakal awal mula perkembangan seni relief ditemukan di candi-candi. "Bung Karno membuat dengan cara modern di Sarinah sehingga masyarakat bisa mendapat pengetahuan tentang kemajuan itu," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement