Senin 04 Apr 2022 14:12 WIB

Denny Indrayana Ingatkan Penjabat Kepala Daerah tak Diisi TNI/Polri Aktif

Pakar hukum Denny Indrayana mengingatkan penjabat kepala daerah tak diisi TNI/Polri.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Pakar hukum Denny Indrayana mengingatkan penjabat kepala daerah tak diisi TNI/Polri.
Foto: Republika TV/Bayu Adji P
Pakar hukum Denny Indrayana mengingatkan penjabat kepala daerah tak diisi TNI/Polri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengingatkan pemerintah tak menunjuk personel TNI/Polri aktif menjadi penjabat (pj) kepala daerah. Sebab, kata dia, Undang-Undang melarang anggota TNI/Polri aktif menduduki jabatan politik.

"Jangan ada lagi pemikiran untuk mengangkat penjabat kepala daerah dari TNI atau Polri aktif, karena itu melanggar Undang-Undang Kepolisian dan Undang-Undang TNI," ujar Denny saat dihubungi Republika, Senin (4/4/2022).

Dia mengatakan, penunjukkan penjabat kepala daerah harus memenuhi syarat administratif maupun hukum. Meskipun pengangkatan penjabat kepala daerah menjadi hak prerogatif presiden atau menteri dalam negeri, tetapi keduanya harus menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara itu, pada 2018 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Komjen Pol M Iriawan selaku sekretaris utama Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI) sebagai penjabat gubernur Jawa Barat. Menurut Denny, kesalahan itu seharusnya tak terulang lagi.

"Sudah pernah bukan berarti benar. Kita harus wanti-wanti untuk tidak dilakukan. Yang salah, sudah pernah dilakukan, apalagi salah ya jangan diulangi lagi dong. Undang-Undang-nya jelas mengatakan tentara maupun polisi tidak bisa menduduki posisi jabatan politik, sudah jelas itu tidak boleh dimaknai lain-lain," kata Denny.

Mantan kontestan pemilihan gubernur Kalimantan Selatan 2020 itu menuturkan, jika pemerintah membuka daftar calon penjabat kepala daerah itu hal yang bagus. Namun, apabila pada pratiknya pemerintah mengangkat kepala daerah tidak sesuai ketentuan, maka publik bisa mengkritisi.

"Kalau ada yang keliru dari jalannya pemerintahan, tentu publik punya hak untuk mengkritisi, untuk menyampaikan ketidaksepakatan, karena aturan hukum itu tidak boleh dilanggar dan profesionalitas dan netralitas tidak boleh dikesampingkan," tutur Denny.

Pemerintah akan mengangkat penjabat kepala daerah di 271 wilayah yang mengalami kekosongan jabatan pada 2022 dan 2023. Diangkatnya penjabat kepala daerah merupakan amanat Pasal 201 UU Pilkada, imbas tidak diselenggarakannya Pilkada 2022 dan Pilkada 2023 karena pilkada berikutnya baru digelar secara serentak nasional pada 2024 mendatang.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri memberikan pernyataan yang tak tegas untuk tidak menunjuk aparat TNI/Polri menjadi penjabat kepala daerah.

Menurut Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Andi Bataralifu, pengangkatan penjabat kepala daerah berdasarkan Undang-Undang tentang Pilkada serta aturan terkait lainnya, yakni UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dia mengatakan, siapa pun pejabat yang memenuhi kriteria yang diatur UU tersebut, maka terbuka ruang untuk diangkat menjadi penjabat.

"Kriteria yang digunakan sebagaimana Undang-Undang itu jpt (jabatan pimpinan tinggi) madya dan jpt pratama sepanjang siapa pun pejabat yang memenuhi kriteria itu maka ada ruang untuk itu," ujar Andi menanggapi pertanyaan mengenai wacana TNI/Polri menjadi penjabat kepala daerah dalam webinar pada Senin (14/3) lalu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement