REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kuasa hukum Habib Bahar Bin Smith, menilai dakwaan jaksa penuntut umum terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong terhadap kliennya kental muatan politik. Hal itu diungkapkan saat membacakan eksepsi atau nota keberatan pada sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Selasa (12/4/2022).
Ketua tim kuasa hukum Bahar bin Smith, Ichwan Tuankotta menilai, surat dakwaan penuntut umum bukan atas dasar hasil investigasi. Menurutnya, dakwaan jaksa lebih banyak didasarkan atas imajinasi, spekulasi, dan duplikasi serta kental akan muatan politik. "Sehingga secara umum yang terkesan adalah mengada-ngada," ujar kuasa hukum saat membacakan eksepsi.
Ia melanjutkan pada Pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar 1945 amendemen ketiga menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensinya adalah harus dipatuhi dalam praktik pelaksanaan penegakan hukum.
Selain itu dalam konsep negara hukum, hubungan antara tiga cabang kekuasaan adalah saling mengontrol. Tugas kekuasaan yudikatif bukan hanya menjalankan proses hukum yang adil, tidak memihak, layak dan benar (due process of law), namun memastikan keadilan dan mengoreksi due process of law yang menyimpang yang dilakukan eksekutif.
"Bila kita konkretkan dalam perkara a quo (tersebut), banyak sekali pelanggaran terhadap due process of law dan ketidakadilan dalam perkara a quo. Maka sudah sepatutnya majelis hakim dalam perkara a quo membatalkan perkara ini atau setidaknya membatalkan penerapan pasal-pasal akrobatik, aneh dan diluar nalar hukum dalam perkara ini," katanya.
Pihaknya berharap persidangan tidak membuat Habib Bahar Bin Smith menjadi target dari kepentingan politik rezim. "Kami harapkan agar persidangan perkara ini tidak menjadikan Habib Bahar Bin Smith yang merupakan seorang tokoh agama sebagai target dari kepentingan-kepentingan non yuris dan kepentingan politik dari rezim dzalim yang dengan kekuasannya melakukan penjinakkan dengan instrumen hukum," katanya.
Sebelumnya, Habib Bahar Bin Smith terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong saat berceramah di Kabupaten Bandung akhir tahun 2021 didakwa telah menyebarkan berita bohong oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang di PN Bandung, Selasa (5/4/2022). Ia menyampaikan materi ceramah kepada kurang lebih 1.000 jamaah saat perayaan Maulid Nabi SAW.
"Pengadilan Negeri Bandung berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan atau menyiarkan suatu berita pemberitahuan yang dapat menyebabkan keonaran," ujar JPU Suharja membacakan dakwaan.
Ia dinilai melanggar pasal 14 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Selain itu pasal 28 ayat 2 junto 45A undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisi tentang berita bohong.