REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan, Muhammadiyah memiliki peran penting dan ikut berkontribusi dalam membangun Tanah Air, bahkan sebelum Negara Indonesia lahir. Hal ini Mahfud sampaikan saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah, Kamis (21/4/2022).
"Mulai dari ide sampai mendirikan negara Indonesia merdeka, Muhammadiyah sudah ikut aktif membangun kesadaran masyarakat untuk membangun negara ini," kata Mahfud dalam keterangannya.
Mahfud juga mengajak Muhammadiyah dan Ormas-ormas Islam lainnya serta semua elemen masyarakat untuk memperkuat kesadaran moral. Menurut dia, kesadaran kolektif untuk membangun bangsa ini sangat penting.
"Tujuan negara itu harus dikawal bersama. Muhammadiyah kan juga punya saham terhadap negara ini, mari ikut perbaiki, sadarkan rakyat agar saat pemilu tidak pakai transaksi uang," papar Mahfud sembari menjelaskan politik uang berdampak sistemik terhadap masalah kebangsaan.
Dalam kesempatan ini, Mahfud meminta Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya tidak kehilangan masjid sebagai basis pergerakan dakwahnya oleh paham keagamaan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai keagamaan yang dianut di Indonesia.
"Muhammadiyah dan NU juga jangan sampai kehilangan masjid dan tempat peribadatan yang sudah kita bangun dengan wasathiyah Islam. Kalau dibangun dengan Salafi dan Wahabi, tidak cocok dengan kita," tegasnya.
Dia berharap, Muhammadiyah terus memperkuat hasil ijtihad tokoh-tokoh Islam Indonesia yang telah mendirikan negara Pancasila sebagai darul ahdi was-syahadah.
"Sekarang penekanannya bukan pada al-ahdi-nya karena itu sudah jadi, kesepakatannya sudah terjadi, sudah dibuat di dalam konstitusi. Tapi sekarang syahadah-nya, mengisinya bersama berdasar kesepakatan dengan penuh kekompakan dan kebersatuan," imbuhnya.
Oleh sebab itu, lanjut Mahfud, tujuan Muhammadiyah yang menjabarkan ibadah itu bukan hanya ibadah ritual, ibadah mahdhah, tapi juga masuk ke ibadah sosial yang ghairu mahdhah.
Dia turut menyoroti maraknya budaya saling hujat. Menurut Mahfud, diantara bentuk-bentuk saling hujat itu muncul dalam bentuk berita-berita hoaks, seperti kalimat yang dipotong atau 'dijahit' sedemikian rupa.
"Seperti pidato saya di UGM, 'Mahfud MD: Mendirikan Negara Seperti Nabi Haram' titik, kan salah. Orang baru baca judul, membaca potongan, lalu berkomentar tidak karuan," ujar Mahfud, menyikapi mudahnya orang terprovokasi.
Mahfud menjelaskan, banyak perkataannya dipotong dan tidak dikutip secara utuh, "Nabi Muhammad SAW itu adalah nabi terakhir, tidak boleh ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW, maka tidak boleh ada negara yang sama persis seperti nabi. Tetapi nilai-nilai bernegaranya seperti yang diajarkan nabi itu boleh. Nah, bentuk negaranya itu harus produk ijtihad, seperti Indonesia," jelas dia.