REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan pelunasan utang dari bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 25 triliun pada 2023. Adapun target ini menjadi program prioritas yang akan dijalankan pada tahun depan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pengembalian uang negara dari kasus yang terjadi sejak 20 tahun silam ini masuk program unggulan Kementerian Keuangan tahun 2023."Pemulihan piutang BLBI, target 2023 Rp 25 triliun masuk dalam proyek unggulan dan prioritas 2023," ujarnya saat rapat Komisi XI, Rabu (8/6/2022).
Sementara itu Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Rionald Silaban menambahkan, langkah yang akan ditempuh untuk mencapai target ini dengan memaksimalkan pemanggilan obligor/debitur yang memiliki piutang di atas Rp 25 miliar.
"Saat ini, kelompok kedua dan kelompok ketiga sudah kami panggil, ada banyak itu. Nanti dilanjutkan. Pokoknya yang Rp 25 miliar ke atas kami panggil semua," ucapnya.
Menurutnya, aset BLBI akan dikejar terus selama satu sampai dua tahun.“Piutang BLBI lebih lanjut akan dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP). Namanya debitur tidak mungkin selesai dalam satu tahun, mereka akan kami kejar terus,” ucapnya.
Ke depan Rionald berharap seluruh obligor/debitur bisa kooperatif memenuhi pemanggilan Satgas BLBI, sehingga penyelesaian piutang bisa dilakukan tahun depan."Kami sedang mengusulkan dan memproses pembatasan mudah-mudahan dengan hal tersebut mereka akan memenuhi kewajibannya. Kami akan melakukan tindakan-tindakan," ucapnya.
Berdasarkan data DJKN, per 31 Maret 2022 Satgas BLBI sudah berhasil menagih piutang sebesar Rp 19,16 triliun dengan luasan tanah 19,98 juta meter persegi.
Aset tersebut terbagi dalam bentuk uang tunai Rp 371,29 miliar, sitaan barang jaminan/harta kekayaan lain Rp 12,25 triliun, bentuk penguasaan aset properti sebesar Rp 5,38 triliun, serta hibah kepada K/L dan pemda sebesar Rp 1,146 triliun.
Dari total aset tersebut, 63,97 persen di antaranya telah disita, 28,11 persen dalam penguasaan, 5,98 persen dihibahkan, dan 1,94 persen berupa penerimaan negara bukan pajak (PNBP).