REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengusulkan penundaan kenaikan tarif listrik untuk golongan pelanggan bisnis dan industri. Hal itu perlu dilakukan karena bisa memicu inflasi tinggi.
"Inflasi akan meningkat jika pemerintah menaikkan secara serentak golongan pelanggan bisnis dan industri yang proporsinya mencapai sekitar 64 persen," ujarnya dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat (10/6/2022).
Sebelumnya, pemerintah dan parlemen telah menyatakan sepakat untuk menaikkan tarif listrik bagi golongan pelanggan di atas 3.000 volt ampere (VA) melalui skema penyesuaian tarif. Namun, hingga kini kebijakan menaikkan tarif listrik bagi golongan pelanggan yang memiliki kemampuan ekonomi itu belum juga direalisasikan.
Fahmy menilai pemerintah masih menghitung dampak kenaikan tarif listrik terhadap kenaikan inflasi lantaran dikhawatirkan mengganggu momentum pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi. Pemerintah semestinya juga harus menghitung dana kompensasi yang dibayarkan kepada PLN lantaran PLN menjual setrum dengan tarif di bawah harga keekonomian akibat tidak diberlakukan skema penyesuaian tarif.
"Kalau pemerintah memutuskan menaikkan tarif listrik bagi golongan pelanggan di atas 3.000 VA, sesungguhnya tidak akan memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi secara signifikan karena proporsinya hanya sekitar 5 persen," terang Fahmy.
Lebih lanjut ia menyampaikan apabila pemerintah mempertimbangkan untuk mengendalikan inflasi, maka pemerintah sebenarnya bisa menaikkan tarif listrik golongan pelanggan di atas 3.000 VA dan menunda kenaikan tarif listrik golongan pelanggan bisnis dan industri.
"Saat kondisi bisnis dan industri sudah pulih kembali saat itulah pemerintah harus menaikkan tarif listrik. Pasalnya, pelanggan bisnis dan industri merupakan penerima kompensasi terbesar, sehingga dapat meringankan beban APBN untuk alokasi kompensasi listrik," pungkas Fahmy.
Sejak Januari 2017, pemerintah tidak memberlakukan skema penyesuaian tarif, sehingga pemerintah harus memberikan kompensasi sebesar selisih pendapatan seharusnya dengan pendapatan sebenarnya. Pada 2021, jumlah kompensasi tarif listrik tercatat sudah mencapai Rp 24,6 triliun.