Senin 13 Jun 2022 19:30 WIB

Layanan Publik Berpotensi Lumpuh, KPPOD Usul Penghapusan Honorer Bertahap

Apeksi menilai penghapusan serentak honorer bisa membuat pelayanan publik lumpuh.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Tenaga Honorer (Ilustrasi)
Foto: republika/mardiah
Tenaga Honorer (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyoroti polemik penghapusan tenaga honorer setelah pemerintah daerah ramai-ramai menentang kebijakan tersebut. KPPOD mengusulkan agar penghapusan itu dilakukan secara bertahap agar birokrasi dan pelayanan publik di daerah tak lumpuh.

Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman mengatakan, birokrasi dan pelayanan publik di kantor dinas di daerah-daerah memang masih sangat bergantung pada tenaga honorer. Jika semua honorer dihapuskan secara serentak pada 28 November 2023 sebagaimana instruksi pemerintah pusat, maka birokrasi dan pelayanan di daerah-daerah berpotensi lumpuh.

Baca Juga

Karena itu, Armand mengusulkan agar penghapusan dilakukan secara bertahap mulai 28 November 2023. Durasinya, misalkan, selama lima tahun. "Jadi, menurut kami, boleh kita mulai (penghapusan) pada tahun 2023, tapi dilakukan bertahap. Katakanlah bertahap selama lima tahun ke depan. Itu yang kami rekomendasikan," kata Armand kepada Republika.co.id, Senin (13/6/2022).

Armand menjelaskan, pihaknya tetap mengusulkan agar dilakukan penghapusan honorer meski bertahap, karena merupakan perintah undang-undang. Pertama, UU Nomor 5/2014 tentang ASN yang menyatakan bahwa ASN hanya terdiri atas PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Kedua, UU Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mengamanatkan agar belanja pegawai tak lebih dari 30 persen dari total APBD. "Selama ini kita tahu belanja pegawai (terutama honorer) sangat besar dibanding belanja modal dalam APBD," ujarnya.

Untuk diketahui, gaji ASN, baik itu PNS maupun PPPK, ditanggung oleh pemerintah pusat. Armand menambahkan, selama masa penghapusan secara bertahap itu berlangsung, pemerintah pusat harus membuka lowongan PNS maupun PPPK untuk mengisi celah yang ditinggalkan para honorer. Artinya, penghapusan dan perekrutan dilakukan secara beriringan selama lima tahun.

Untuk bisa melakukan itu, lanjut dia, tentu dibutuhkan asesmen kebutuhan yang benar-benar menyeluruh. Pemerintah pusat harus mendapatkan data analisis beban kerja di setiap dinas untuk memastikan jumlah formasi ASN yang hendak dibuka.

Kendati demikian, Armand tak setuju apabila tenaga honorer diangkat menjadi ASN secara otomatis. Pengangkatannya tetap harus melalui proses seleksi. "Artinya, boleh mereka dialihkan menjadi ASN, tapi tetap harus melalui proses seleksi berbasis merit system," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran terkait penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023. Surat edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 itu diterbitkan pada 31 Mei 2022.

Sejumlah kepala daerah keberatan dengan penghapusan yang dilakukan secara serentak pada 2023 itu. Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) bahkan menyatakan bahwa penghapusan secara serentak itu bisa membuat pelayanan publik lumpuh dan muncul banyak pengangguran baru. Apeksi menyatakan, penghapusan tidak bisa dipaksakan pada 2023 karena butuh waktu untuk merekrut ASN dan juga membahas anggarannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement