Selasa 28 Jun 2022 20:07 WIB

Lewat Jalur Darat dari Polandia, Jokowi Menuju Ukraina Meretas Jalan Dialog Perdamaian

Jokowi menempuh perjalanan 12 jam dari Rzeszow menuju Kiev dengan kereta api.

Red: Andri Saubani
Presiden Indonesia Joko Widodo menunggu Kanselir Jerman Olaf Scholz selama pertemuan di sela-sela KTT G7 di Castle Elmau di Kruen, dekat Garmisch-Partenkirchen, Jerman, pada Senin, 27 Juni 2022. Pada hari ini, Jokowi bertolak ke Kiev, Ukraina untuk memulai misi dialog perdamaiannya. (ilustrasi)
Foto:

Pakar Ekonomi Politik Internasional dari Universitas Gadjah Mada Riza Noer Arfani menilai, kunjungan Presiden RI Jokowi ke Ukraina dan Rusia sangat strategis dan dapat meredam dampak rambatan dari konflik kedua negara tersebut.

"Kunjungan ini sangat strategis. Tapi ini hanya awal. Setelah pertemuan tersebut berhasil dan menghasilkan pernyataan bersama, harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah diplomatik lewat G20 sebagai saluran utamanya," kata Riza dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Ahad (26/6/2022).

Riza menilai, Jokowi tidak hanya berkunjung sebagai Kepala Negara, tetapi juga selaku tuan rumah dari G20 2022. Oleh karena itu, hal-hal yang menyangkut kepentingan perekonomian dan pemulihan dari dampak pandemi Covid-19 akan menjadi agenda utama.

Riza mengatakan, bahwa upaya untuk pemulihan ekonomi yang merata di setiap negara sedianya tercermin dari tema Kepresidenan Indonesia di G20, yakni Recover Together, Recover Stronger. Untuk itu, ia menilai kunjungan Presiden Jokowi akan meredam dampak dari konflik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina.

Berdasarkan sejarahnya, G20 dibentuk pada saat krisis melanda dunia. Lebih dari dua dekade berdiri, forum ekonomi utama dunia ini telah berhasil mencari jalan keluar bagi dunia dari kondisi keterpurukan.

"Forum ini menjadi semacam katalis untuk negara-negara bisa keluar dari situasi guncangan," kata Riza.

Indonesia, selaku Presidensi G20 tahun ini diharapkan mampu mencari jalan keluar dari guncangan krisis beruntun yang saat ini dihadapi dunia. Penanganan pandemi dan dampak perang Rusia-Ukraina harus diredam guna menghindari efek negatif yang berkepanjangan.

Riza juga merasa kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia amat signifikan untuk meyakinkan rakyat internasional mengenai kesungguhan Indonesia ingin meredakan ketegangan. Riza berpendapat hal ini menjadi sinyal positif dan mendorong optimisme bagi pemulihan ekonomi dunia.

Meski peluang yang dimiliki untuk mendamaikan kedua negara amat kecil, lawatan Presiden Jokowi diharapkan mampu mengikis ego dua negara untuk kepentingan yang lebih besar. "Perlu ditekankan kepada Presiden Ukraina maupun Rusia, perlu ada upaya untuk meminimalisir dampak perang terhadap pemulihan ekonomi global," ujar Riza.

Sebab, akibat perang itu, sektor kesehatan, pangan, dan energi menjadi terganggu. Ini berdampak langsung pada upaya pemulihan ekonomi dari pandemi, sekaligus menambah beban untuk mengembalikan stabilitas dunia. Terlebih, beberapa ahli dan lembaga internasional memprediksi terjadinya resesi hingga stagflasi akibat perang berkepanjangan.

Untuk itu, bila kunjungan Presiden Joko Widodo berbuah manis, diharapkan akan ada tindak lanjut dengan memanfaatkan Presidensi G20 Indonesia. Riza menyarankan agar dibentuk gugus tugas yang khusus menengahi dan membahas isu teknis dari konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

Dengan begitu, solusi untuk meredam dampak perang dapat terlahir dan berkontribusi pada upaya pemulihan global. "Ketika nanti misalnya disepakati kedua Kepala Negara (Rusia-Ukraina) hadir di pertemuan puncak pada November (summit G20). Maka yang paling penting adalah menyusun agenda sampai ke November, apa yang harus dilakukan. Itu yang menjadi kunci dari peluang suksesnya mitigasi," kata Riza.

Kalau ini tidak dilakukan, tutur ia melanjutkan, kunjungan ini hanya menjadi simbolis saja dan mesti dihindari. Dari pembentukan gugus tugas, dapat dirumuskan komunike bersama, meredakan ketegangan, bahkan membahas mitigasi dampak perang terhadap kesehatan, pangan, dan energi.

 

photo
Infografis Miliarder Ukraina akan Tuntut Kerugian Perang - (Reuters)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement