Rabu 29 Jun 2022 07:12 WIB

Studi: Jutaan Pekerja Migran tak Terlindungi Layanan BPJS Ketenagakerjaan 

Perbaikan regulasi dan data PMI kunci perlindungan jaminan sosial

Rep: Febrianto Adi Saputro / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pekerja migran Indonesia (PMI). Perbaikan regulasi dan data PMI kunci perlindungan jaminan sosial
Foto:

Sedangkan kendala institusi banyak ragamnya. Mulai dari tak adanya unit layananan BPJS Ketenagakerjaan di negara penempatan PMI, kurangnya sosialisasi dari pihak terkait, belum terlembaganya materi jaminan sosial PMI saat Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP), dan tidak adanya aplikasi layanan online yang mumpuni. 

Menurut Sugeng, seharusnya BPJS Ketenagakerjaan membuka unit layanan di negara-negara penempatan lewat kerja sama dengan dengan bank-bank pelat merah yang sudah berkantor di sana. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan juga harus membuat aplikasi layanan daring yang mudah diakses. 

"Tapi perbaikan atas institusi maupun operasi ini harus lewat revisi Permenaker. Sebab, missing link-nya adalah regulasi," ujarnya. 

Regulasi dan data

Merespons hasil kajian tersebut, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainuddin mengungkapkan sejumlah kendala yang dihadapi pihaknya. Terkait perlunya membuka unit pelayanan di luar negeri, Zainudin mengaku sudah berupaya mewujudkannya.

"Tapi di luar negeri itu tidak semudah di dalam negeri," ujarnya. Untuk membuka unit layanan BPJS Ketenagakerjaan di Kedutaan Besar Indonesia, kata dia, perlu terlebih dahulu diatur dalam konvensi antar kedua negara. Begitu pula dengan wacana membuka unit layanan di kantor bank pelat merah, untuk mewujudkannya perlu izin dari pemerintah setempat terlebih dahulu. 

Terkait cakupan program yang berbeda dengan konsorsium asuransi, Zainuddin menegaskan bahwa hal itu merupakan amanat undang-undang. Misalnya, BPJS Ketenagakerjaan tak meng-cover klaim kesehatan bukan karena kecelakaan kerja, lantaran masuk dalam domain BPJS Kesehatan. 

Dia menambahkan, meski program BPJS Ketenagakerjaan dinilai tak sesuai dengan kebutuhan PMI, tapi pihaknya tak bisa membuat program baru begitu saja. Sebab, jenis-jenis program ditentukan oleh Kemenaker. "Karena itu lah perlu segera diselesaikan revisi Permenaker 18/2018," ujarnya. 

Sub Koordinator Bidang Kepesertaan Jaminan Sosial Penerima Upah Kemenaker, Nindya Putri mengatakan, pihaknya sedang merevisi Permenaker 18/2018. Poin-poin revisi mencakup peningkatan besar manfaat klaim BPJS Ketenagakerjaan, menambah program yang sesuai kebutuhan PMI, penyederhanaan proses administrasi, penyediaan kanal pendaftaran daring, dan penintegrasian sistem layanan.

Baca juga: Amerika Serikat Angkat Bicara Kecam Penghinaan Nabi Muhammad SAW di India

Hanya saja, kata dia, penyediaan program JHT belum diputuskan apakah bersifat wajib atau sukarela saja. Sebab, tak semua PMI sanggup membayar iurannya. 

Selain revisi regulasi, kata Nindya, upaya menambah jumlah PMI peserta BPJS Ketenagakerjaan juga harus disertai pembenahan data.

 

"Data jumlah PMI kan ada 9 juta orang. Tapi, sampai saat ini kami belum bisa memverifikasi di mana saja sebaran mereka," ungkap Nindya. Tanpa data sebaran itu, maka BPJS Ketenagakerjaan akan sulit menarik mereka menjadi peserta. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement