Kamis 28 Jul 2011 21:15 WIB

Warga Ilegal tak akan Mendapat e-KTP DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan tidak akan mematuhi surat imbauan dari Kementerian Dalam Negeri yaitu pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) bagi warga di tempat ilegal yang membentuk RT/RW di tempat tersebut.

"Kami menghargai imbauan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tetapi kami tetap akan memegang peraturan yang lebih tinggi, karena surat itu bersifat imbauan saja, sementara ada UU dan Perda tentang kependudukan yang mengatur hal itu. Semua aturan itu harus dihormati dan dijalankan," kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo di Balaikota DKI Jakarta, Kamis.

Pemprov DKI berpegangan kepada peraturan yang lebih tinggi yaitu UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di DKI Jakarta yang mengharuskan pelayanan administrasi kependudukan harus mendapatkan surat keterangan dari RT dan RW.

Dengan banyaknya urbanisasi, banyak pendatang ilegal di Jakarta yang juga menempati tanah yang bukan hak mereka serta tidak memiliki kartu identitas yang sah.

Pemprov DKI selama ini berusaha untuk mengurangi urbanisasi antara lain dengan melakukan penertiban para pendatang ilegal itu dengan Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) dan mempersyaratkan bagi mereka yang ingin tinggal di Jakarta agar memiliki keterampilan untuk bekerja yang dibutuhkan agar tidak menambah beban pengangguran.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Purba Hutapea menegaskan bahwa selama persyaratan administrasi kependudukan dalam mengurus KTP serta pembentukan RT dan RW terpenuhi, maka Dukcapil akan memberikan pelayanan bagi warga yang belum mempunyai KTP DKI Jakarta.

"Selama persyaratan administrasi yang ditentukan bisa mereka penuhi, dengan senang hati kami buatkan KTP. Karena saya mengikuti UU dan perda yang lebih tinggi status hukumnya dari surat edaran tersebut. Kewenangan saya membuatkan KTP, kalau warga ilegal saya serahkan pada kebijakan Gubernur," kata Purba.

Sedangkan Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono menyatakan, belum menerima surat imbauan Mendagri Gamawan Fauzi terkait penerapan E-KTP bagi warga yang berdomisili dan pembentukan RT/RW di tempat ilegal.

Namun Bambang menegaskan bahwa Pemerintah Kotamadya Administrasi Jakarta Utara beserta wilayah lainnya tidak bisa membentuk RT dan RW di tanah ditempati warga secara ilegal sebab ada ketentuan peraturan yang melarang hal tersebut. "Yang perlu ditekankan, jangan imbauan ini akan merusak tatanan yang sudah diterapkan," kata Bambang.

Ia memberi contoh jika warga ilegal diberikan E-KTP dan dibentuk RT/RW dikhawatirkan orang-orang yang tinggal di bawah kolong jembatan atau bantaran kali semuanya minta dibentuk RT/RW dan minta dibuatkan KTP. "Jadi permasalahan ini perlu dikoordinasikan dengan baik. Kita harus lihat dampak-dampak yang ditimbulkan kedua hal tersebut," ujarnya.

Bambang mencontohkan warga yang tinggal Tanah Merah, Jakarta Utara hingga kini ditolak permohonannya membentuk RT/RW karena tanah yang mereka tempati merupakan tanah milik Pertamina dan Pemkot Jakarta Utara sudah meminta warga untuk mengurus seluruh dokumen administrasi kependudukan ke RT dan RW di sekitar kawasan tersebut.

Di Jakarta Utara, ada sembilan kawasan yang dihuni warga secara ilegal di Jakarta Utara antara lain Tanah Merah, Kampung Beting, Kampung Sawah dan Tembok Bolong.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah penduduk di Jakarta Utara mencapai 1,6 juta orang namun data Sudin Dukcapil Jakarta Utara menunjukkan warga yang teregistrasi mempunyai KTP DKI hanya 1,4 juta orang, atau ada sekitar 200 ribu warga yang tidak mempunyai KTP DKI.

Di dalam surat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 471.13/2335/SJ tanggal 22 Juni 2011 yang ditujukan kepada gubernur dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia, dijelaskan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dikatakan, setiap penduduk memiliki hak untuk memperoleh dokumen kependudukan, seperti kartu keluarga, KTP, akta pencatatan sipil, dan surat keterangan kependudukan.

Namun dalam Peraturan Presiden No 25/2008 diatur bahwa pendaftaran penduduk dilakukan di dinas kependudukan dan pencatatan sipil yang di daerah tugasnya meliputi domisili atau tempat tinggal penduduk sehingga penerbitan KTP wajib berdasarkan domisili atau tempat tinggal penduduk.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement