REPUBLIKA.CO.ID, MESUJI – Terdapat tiga perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Mesuji, yakni PT Tunas Baru Lampung, PT Lambang Jaya, dan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI).
Suliyo (61), salah satu Warga Desa Budiaji, Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji, Lampung, yang berada di tengah tiga perusahaan sawit itu, mengakui kalau PT BSMI paling bermasalah dibanding dua perusahaan lainnya.
Menurut Suliyo, PT BSMI mulai menggarap lahan pada 1994, dan pada awalnya hanya mengelola lahan inti kelapa sawit sebesar 10.500 hektare (ha). Dalam perjalanannya, perusahaan milik warga Malaysia tersebut melebarkan luas lahan sebanyak 7 ribu ha, yang berada di Desa Kagungan Dalam, Sri Tanjung, dan Nipah Kuning.
Dikatakan Suliyo, ribuan warga asli tiga desa itu sebenarnya legowo ketika lahannya direbut PT BSMI. Pada enam tahun awal, lahan plasma yang diambil alih untuk dikelola PT BSMI tidak mendapatkan bagi hasil. Sebab, warga paham sejak penanaman bibit kelapa sawit hingga berbuah membutuhkan waktu enam bulan.
Namun, pada awal 2000, mulai muncul gejolak dan tuntutan dari masyarakat untuk mengelola lahan yang berstatus plasma. Tuntutan itu muncul, kata Suliyo, karena selama 17 tahun PT BSMI mengelola lahan adat yang diklaim tiga warga desa, masyarakat di sana tidak pernah menikmati bagi hasil atau diizinkan mengelola lahan plasma.
Suliyo menilai perusahaan tersebut berani mengelola tanah warga karena mendapat persetujuan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang dan Pemerintah Provinsi Lampung. Karena itu, ketika diprotes warga, PT BSMI cuek saja tidak mendengar aspirasi masyarakat yang meminta kompensasi atau pengembalian pengelolaan lahan.
"Warga protes, tuntutan tidak ada juntrungannya. Puncaknya warga membakar kamp PT BSMI setelah protes warga dibalas teror oleh aparat," ungkap Suliyo, Selasa (20/12).
Adapun dua perusahaan kelapa sawit lainnya, juga mengelola lahan milik warga. Namun, lebih transparan dalam memberi bagi hasil setiap bulannya. Dalam sebulan, setidaknya warga yang mengelola lahan sawit seluas 1,250 ha bisa mendapat bagi hasil rata-rata Rp 5 juta. "Karena pembagiannya jelas, dua perusahaan ini tidak ada masalah dengan warga," kata Suliyo.