REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Penyidik Polda Nusa Tenggara Barat mengagendakan pemeriksaan hukum dua orang korban penembakan dalam aksi pembubaran paksa unjuk rasa di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada 24 Desember 2011 lalu.
"Keduanya akan diperiksa sebagai tersangka, pemeriksaannya tengah diagendakan penyidik," kata Kepala Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), AKBP Sukarman Husein, di Mataram, Senin (9/1).
Kedua pasien korban penembakan yang masih berada di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB itu masing-masing Awaludin (23), berasal dari Desa Rato, Kecamatan Lambu, dan Sahabudin (31), asal Desa Soru, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima. Keduanya merupakan dua dari 37 orang tersangka tindak pidana yang mencuat dalam aksi unjuk rasa di Pelabuhan Sape, sejak 19-24 Desember 2011.
Sesaat setelah kejadian, keduanya dirujuk dari RSUD Bima ke RSUP NTB, guna menjalani operasi "debridement" atau pembersihan kontaminasi dan pengangkatan material asing di bagian tubuh yang terkena peluru.
Hasil diagnosa awal, Awaludin menderita luka tembak (vulnus scilopetorum) pada tulang paha kanan, sementara Sahabuddin juga menderita luka yang sama namun pada paha kiri. "Setelah memeriksa sekian banyak tersangka, ternyata keduanya juga termasuk tersangka, sehingga akan diperiksa setelah benar-benar dinyatakan sembuh," ujar Sukarman.
Direktur Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB Lalu Mawardi Hamri, yang dihubungi secara terpisah menyatakan, kedua pasien korban penembakan itu sudah menjalani operasi "debridement" dan pemulihan kesehatan.
Awaludin sudah menjalani operasi "debridement" pada Senin (26/12) pagi, sementara Sahabudin menjalani operasi serupa beberapa hari kemudian, karena pasien luka tembak itu mengalami pendarahan cukup banyak.
Kedua korban penembakan yang telah berstatus tersangka itu juga telah dinyatakan sembuh, meskipun belum diizinkan pulang, karena manajemen RSUP NTB mengetahui adanya rencana pemeriksaan hukum. "Sudah sembuh tapi kami belum izinkan pulang ke rumahnya karena ada kabar polisi hendak melakukan pemeriksaan hukum," ujar Mawardi.
Mawardi mengatakan, pihaknya hanya ingin membantu kelancaran pemeriksaan hukum terhadap dua pasien korban penembakan itu, sehingga masih membolehkan menginap di Bangsal Flamboyan Nomor 240. Namun, Mawardi berharap kepolisian mengajukan permohonan alih rawat dari RSUP NTB ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda NTB, demi kelancaran pemeriksaan hukum.
"Kalau dirawat di RS Bhayangkara akan lebih baik, tetapi harus ada pengajuan permohonan alih rawat. Kalau mau diperiksa di RSUP juga silakan. Selama di RSUP NTB biayanya ditanggung Pemprov NTB," ujarnya.
Insiden penembakan itu terjadi pada 24 Desember 2011 sekitar pukul 07.00 WITA, ketika Aparat Polres Bima yang didukung Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda NTB, membubarkan paksa aksi unjuk rasa ribuan warga disertai blokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, NTB, yang telah berlangsung sejak 19 Desember 2011.
Polisi menggempur pengunjuk rasa dengan tembakan hingga dua orang dilaporkan tewas terkena peluru, dan puluhan warga pengunjuk rasa lainnya luka-luka. Kedua korban tewas itu yakni Arif Rahman (18) dan Syaiful (17), keduanya warga Desa Suni, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima. Dua korban lainnya dirujuk ke RSUP NTB, dan sembilan orang korban luka-luka lainnya menjalani perawatan medis di dua rumah sakit di Kabupaten Bima.