Senin 11 Jul 2022 11:35 WIB

KPK Dinilai Kehilangan Arah

KPK dinilai akan membayakan bangsa jika tidak diubah atau dibubarkan.

Rep: Rizky Suryarandik/ Red: Ilham Tirta
  Komisi Pemberantasan Korupsi.
Foto:
Komisi Pemberantasan Korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi anti korupsi besutan eks pegawai KPK, IM57 Institute memandang Komisi Pemnerantasan Korupsi (KPK) sudah kehilangan arah dan terlepas dari karakter awal pembentukannya sebagai anak kandung reformasi. IM57 Institute menyayangkan praktek pemberantasan korupsi yang hanya menyasar skala pejabat daerah.

Ketua IM57 Institute, M Praswad Nugraha mengingatkan KPK diciptakan untuk memberantas korupsi yang sifatnya big fish atau berdampak besar kepada masyarakat, dan merugikan keuangan negara yang fantastis. Hal ini sesuai mandat Pasal 11 UU 30 tahun 2002.

Baca Juga

"Sesuai design tersebut, KPK tidak ditujukan untuk terfokus memberantas korupsi yang bersifat kecil," kata Praswad dalam keterangan yang dikutip Republika.co.id pada Senin (11/7/2022).

Praswad menjelaskan, perubahan UU KPK tahun 2019 telah menimbulkan dampaknya hari ini. Menurutnya, masyarakat dapat melihat bagaimana KPK dilumpuhkan secara halus. Bahkan KPK pelan-pelan dikerdilkan dengan hanya menangani kasus-kasus kecil dan dilokalisir pada aktor di level daerah tingkat dua saja, yang intensitasnya juga sangat jarang.

"Gerakan KPK dalam pemberantasan korupsi sekarang lebih banyak bersifat kosmetik dan formalitas, pimpinan membuat puisi, menciptakan rompi biru, bahkan pimpinan KPK sibuk hadir di agenda peresmian sana dan sini," ujar Praswad.

Praswad menambahkan, kondisi KPK diperburuk dengan kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan pimpinan KPK di Sidang Kode Etik Dewan Pengawas. Menurutnya, hal itu selalu muncul seolah-olah menjadi hal yang tidak tabu lagi untuk dilakukan. Di sisi lain, Kejaksaan Agung berupaya menuju perbaikan kinerja dengan menangani kasus strategis nasional.

"Inilah yang membuat satu pertanyaan besar bagaimana bisa KPK menjalankan fungsi supervisi apabila tidak mampu memberikan keteladanan dalam penanganan kasus-kasus besar dan strategis," kata Praswad.

Kegusaran Praswad soal melemahnya KPK pun wajar. Sebab faktanya, efektifitas dan kepercayaan publik terhadap KPK menurun di hampir semua lembaga survei.

"KPK yang dulu selalu menjadi nomor satu sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik sekarang sudah tidak menjadi andalan lagi," lanjut Praswad.

Karena itu, Praswad memandang perlunya reformasi total KPK. Langkah-langkah reformasi mulai dari mengembalikan UU KPK pada UU 30 tahun 2002 dan memecat Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK karena dinilai gagal mempertahankan prestasi KPK dan membawa KPK kepada posisi yang semakin jauh dari cita reformasi.

"Apakah KPK masih diperlukan? Kami berpendapat situasi KPK sekarang seperti buah simalakama, jika dibubarkan sama dengan membunuh anak kandung Reformasi, sedangkan jika dibiarkan khawatirnya KPK hanya menjadi tunggangan oligarki dan dijadikan alat politik. Untuk itu, perlu reformasi total KPK," tegas Praswad.

Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah menjadwalkan kembali sidang etik Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar soal dugaan penerimaan fasilitas MotoGP Mandalika pada Senin (11/7/2022) ini. Lili dikabarkan belum mengonfirmasi akan hadir. Sidang Lili Pintauli seharusnya digelar pada Selasa (5/7), tapi ditunda. Lili mangkir lantaran mengikuti agenda G20 Anti Corruption Working Group (ACWG) 2022 di Bali.

Selama ini, Lili tercatat sudah berkali-kali dilaporkan ke Dewas KPK. Lili baru-baru ini diduga menerima fasilitas dan akomodasi menonton gelaran MotoGP Mandalika pada Maret 2022. Sidang etik kali ini akan menjadi batu uji seberapa besar nyali Dewas KPK dalam menghukum petinggi KPK yang bandel.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement