Kamis 14 Jul 2022 18:20 WIB

Ahyudin Ikhlas Jadi Tersangka Asalkan ACT Tetap Eksis

Ahyudin meminta proses hukum tidak berujung pada pembredelan ACT.

Red: Andri Saubani
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin (kanan) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022). Pemeriksaan ini berkaitan dengan kasus dugaan penyelewengan dana sosial ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi 2018 lalu.
Foto:

Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB, MF Nurhuda Y meminta pemerintah membuat sistem pengawasan keuangan lembaga filantropi. Usulan ini bertujuan mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga filantropi usai terungkapnya kasus dugaan penyelewengan dana umat oleh ACT. 

Nurhuda mengatakan, kasus ACT memang membuat kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas lembaga filantropi menurun. Padahal, lembaga filantropi sangat diperlukan, karena tidak semua masalah sosial bisa diselesaikan oleh pemerintah. Apalagi, terdapat ratusan lembaga filantropi di Tanah Air. 

Untuk mengembalikan kepercayaan publik, kata dia, pemerintah harus membuat sistem pengawasan yang berupaya memastikan lembaga filantropi tidak berorientasi profit, tidak melakukan penyelewengan dana, dan melakukan penyaluran dan secara tepat sasaran. 

“Sistem (pengawasannya) bisa dibuat oleh kementerian, tapi bisa juga dibuat sebuah badan tersendiri,” kata Nurhuda kepada wartawan, Rabu (13/7/2022). 

Sistem pengawasan itu, lanjut dia, juga harus disertai mekanisme pengawasan rutin terhadap lembaga filantropi. “Hasil pengawasannya diumumkan kepada publik secara rutin juga,” ujarnya. 

Di sisi lain, kata dia, Fraksi PKB juga sudah mengusulkan agar DPR membuat undang-undang baru yang khusus mengatur kegiatan dan lembaga filantropi. Dia mengusulkan agar regulasi baru itu nantinya mengatur secara detail “soal apa dan bagaimana seharusnya lembaga filantropi dijalankan.” 

Menurut dia, undang-undang khusus itu diperlukan karena produk hukum yang ada sekarang sudah tak relevan dengan situasi terkini. Untuk diketahui, kegiatan filantropi selama ini diatur lewat Undang Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, serta Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. 

Sementara itu, pada Selasa (12/7/2022), Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy memilih bungkam ketika Republika menanyakan soal rencana Kemensos menyisir kepatuhan semua lembaga filantropi terhadap aturan-aturan berlaku. 

Pakar ekonomi Islam Universitas Airlangga (Unair), Imron Mawardi ikut menyoroti tata kelola keuangan ACT. Di mana ACT menggunakan 13,7 persen dana donasi untuk kebutuhan operasional. Padahal, dalam PP nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, tercantum penggunaan dana donasi untuk operasional paling banyak hanya 10 persen.

“Ya, ada pelanggaran di sini, sementara ini sudah berlangsung sekian lama. Juga menjadi pertanyaan, di mana posisi pemerintah dalam mengawasi dana publik, yaitu dana yang diterima seperti lembaga filantropi ini,” ujar Imron, Selasa (12/7/2022).

 

Imron menyadari, kasus ini akan berdampak pada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga filantropi. Menurutnya, hal tersebut menjadi tugas bersama, terutama lembaga itu sendiri untuk menumbuhkan kepercayaannya kembali. Salah satunya dengan transparansi keuangan.

“Siapa pun yang mengelola dana publik, maka disebut lembaga publik. Dan itu terikat dengan ketentuan harus transparan, terus akuntabel, serta penggunaannya disesuaikan dengan kaidah-kaidah lembaga publik,” kata Imron.

 

 

 

photo
Infografis Manfaat Sedekah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement