REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Petrus Silalahi membeberkan salah satu satu modus pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jakarta Selatan berinisial PS mengubah data sertifikat secara ilegal.
Dari hasil penyelidikan PS diketahui menyiapkan alat khusus untuk mengubah data-data tersebut.
“Polisi temukan alat yang digunakan para tersangka untuk menghapus data tulisan yang sudah tercetak atas korban di sertifikat. Setelah dihapus kemudian ditimpa ketika dengan atas nama tersangka lainnya di lembar sertifikat tersebut,” ujar Petrus usai melakukan penggeberekan kantor BPN Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Hal senada juga disampaikan Kanit 1 Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKP Mulya Adhimara. Kata dia, yang bersangkutan menggunakan cairan pemutih dan alat pembersih telinga. Kemudian dengan alat tersebut, PS menghapus nama pemilik sertifikat yang sah dan diganti dengan pihak lain yang sebelumnya telah menyerahkan uang kepadanya.
“Jadi untuk menghapus tulisan yang sudah diketik di sertifikat hanya dengan butuh bayclin, kayu kecil dengan dililit tisu atau bisa juga dengan cuttonbud,” ungkap Mulya
Terkait tindakan picik pejabat BPN itu, Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy Satyo Purwanto menyebut, kejahatan mafia tanah kerap melekat dengan pejabat terkait, baik Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) atau badan pertanahan wilayah.
"Pada dasarnya praktik mafia itu tentu ada kolaborasi, ada permufakatan jahat, dan lazimnya petugas pertanahan yang memberi celah dan peluang agar terjadi sengketa dan biasanya diawali dengan dokumen ganda atau dengan modus penerbitan NIB oleh BPN," kata Satyo.
Menurut Satyo, penegakkan hukum dalam kasus mafia tanah di Indonesia sangat jauh dari benar. Karena umumnya jejaring mafia sangat dalam ke institusi penegakkan hukum, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan instansi lainnya. Karena itu, kata dia, perlu ada lembaga peradilan sendiri untuk menangani kasus pertanahan.
"Sehingga perlu ada regulasi tersendiri dalam penegakkan hukum disektor pertanahan, bisa dicontoh bagaimana pemberantasan korupsi, harus ada lembaga peradilan sendiri seperti pengadilan Tipikor," jelas Satyo.