REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menjatuhkan vonis penjara 12 tahun kepada terdakwa kasus korupsi PT ASABRI, Teddy Tjokrosapoetro. Majelis hakim memandang hukuman itu pantas dijalani Teddy karena sudah merugikan dunia asuransi.
Majelis hakim mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan terhadap Teddy dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Rabu (3/8/2022). Majelis hakim meyakini tindakan Teddy menurunkan kepercayaan masyarakat kepada dunia asuransi.
"Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan distrust atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan perasuransian dan pasar modal," kata salah satu hakim anggota dalam persidangan tersebut.
Majelis hakim menyebut Teddy tak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Apalagi aksi Teddy dalam kasus PT ASABRI merugikan negara hingga Rp 22,7 triliun. Faktor itulah uang menurut majelis hakim pantas dipertimbangkan sebagai pemberat hukuman Teddy.
"Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Terdakwa juga tidak mengakui kesalahannya," ujar hakim.
Selain itu, majelis hakim mengungkapkan faktor yang meringankan hukuman Teddy. Selama ini bos PT Rimo International Lestari tersebut belum pernah dihukum, kooperatif, dan bersikap sopan sepanjang persidangan.
"Terdakwa juga adalah tulang punggung keluarga," tutur hakim.
Diketahui, Teddy diganjar hukuman penjara 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan badan dan kewajiban bayar uang pengganti Rp 20,8 miliar.
Teddy terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Teddy pun terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Teddy menyamarkan hasil kekayaan yang didapatnya lewat pengelolaan keuangan dan dana investasi. Contohnya melakukan pembelian properti, mobil, dan menggunakan uang bagi biaya operasional perusahaan.
Pada perkara TPPU, Teddy terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yaitu hukuman penjara selama 18 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider satu tahun kurungan badan.