Ahad 28 Aug 2022 08:35 WIB

Pembentukan DKN Dinilai Mengancam Demokrasi

DKN sudah pernah dicoba dimasukan dalam pembahasan RUU Keamanan Nasional.

Al Araf menilai pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) membahayakan demokrasi. (foto ilustrasi)
Foto: istimewa/tangkapan layar
Al Araf menilai pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) membahayakan demokrasi. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Centra Initiative, AL Araf, mengatakan pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) merupakan  agenda lama. Sebelumnya upaya ini pernah dicoba dimasukan dalam RUU Keamanan Nasional (Kamnas).

Menurut Al Araf, pada 8 Agustus 2022, Kepala Biro Persidangan, Sisfo, dan Pengawasan Internal Wantannas Brigjen TNI I Gusti Putu Wirejana, di depan media, mengaku sudah mengirim surat kepada Presiden Jokowi. Surat ini terkait perubahan Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas/ DKN).

"Beriringan dengan wacana pembentukan DKN ini, juga muncul usulan untuk melegalkan anggota TNI aktif untuk dapat menduduki jabatan sipil melalui Revisi UU TNI,” kata Al Araf dalam siaran pers yang diterima Republika, Ahad (27/8/2022) .

Agenda pembentukan DKN ini, kata dia, sebetulnya merupakan agenda lama yang dulu berusaha dimasukan dalam RUU Kamnas. Namun, karena mendapat penolakan keras dari masyarakat sipil, RUU Kamnas pun gagal untuk disahkan.

Aktivis Imparsial ini juga melihat langkah pemerintah saat ini yang akan membentuk DKN melalui Perpres adalah bentuk fait accompli paska gagalnya Pembahasan RUU kamnas. “Ini berbahaya bagi demokrasi,” ungkapnya.

Urgensi pembentukan DKN, juga dipertanyakan Al Araf. Hal ini karena pembentukan DKN akan menimbulkan tumpang tindih kerja dan fungsi dengan lembaga negara yang sudah ada.

Dijelaskannya, saat ini sudah ada lembaga yang melakukan fungsi koordinasi di bidang keamanan yaitu Kemenko Polhukam. Sedangkan, dalam hal memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, telah ada lembaga yang menjalankan fungsi tersebut yakni Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Kantor Staf Presiden (KSP).

Pembentukan DKN, yang dilakukan secara terburu-buru dan terkesan tertutup, lanjutnya, patut dicurigai bahwa pemerintah sedang membentuk wadah represi baru negara kepada masyarakat. Ini seperti halnya pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada masa Orde Baru.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement