Rabu 31 Aug 2022 08:07 WIB

RUU Papua Barat Daya Ungkap Praktik Pinjam Distrik untuk Pilkada

Peencaplokan distrik ini dinilai konsekuensi politik dari elite di masa lalu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung usai rapat timus dan timsin tertutup tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/6).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung usai rapat timus dan timsin tertutup tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR telah menyelesaikan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya. Namun RUU tersebut masih menyisakan sejumlah isu krusial, salah satunya terkait distrik yang masuk ke Kabupaten Tambrauw.

Adapun Kabupaten Tambrauw sendiri masuk ke dalam wilayah Papua Barat Daya. Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan, kabupaten tersebut memiliki masalah ihwal distrik dengan Kabupaten Manokwari yang berada di Provinsi Papua Barat.

Baca Juga

Ia menjelaskan, Kabupaten Tambrauw diketahui telah 'meminjam' empat distrik dari Kabupaten Manokwari untuk kepentingan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Namun, ia tak menyampaikan pilkada tahun berapa sehingga proses pinjam-meminjam distrik itu bisa terjadi.

"Lebih lucu lagi istilahnya check in dan check out, bener Pak Mardani. Jadi mereka datang ke sini, jadi dulu itu mungkin ada kepentingan pemilihan kepala daerah, jadi ada perjanjian check in yang nanti sewaktu-waktu akan bisa check out," ujar Doli dalam rapat pembahasan DIM RUU Papua Barat Daya, Selasa (30/8/2022).

Doli bahkan menyebut adanya istilah check in untuk distrik yang dipinjamkan, lalu check out untuk distrik yang nantinya dikembalikan. Kabupaten Tambrauw disebut meminjam empat distrik dari Kabupaten Manokwari.

Tak dijelaskan alasannya dan kapan, empat distrik tersebut kemudian 'beranak' menjadi tujuh distrik. Sehingga sekarang, terdapat 11 distrik yang menjadi bagian dari Kabupaten Tambrauw yang empat distrik sebelumnya merupakan wilayah dari Kabupaten Manokwari.

"Jadi masalahnya itu, makanya kita bingung juga ini otonomi daerah ada istilah check in dan check out. Sebenarnya, urusan check in-check out ini sepertinya, kalau saya, tidak ada hubungannya dengan pembentukan provinsi, tapi ini jadi PR kita, karena ini aspirasi," ujar Doli.

Perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam rapat tersebut menjelaskan, pihaknya memiliki kronologi lengkap terkait proses pinjam-meminjam distrik antara Kabupaten Tambrauw dengan Kabupaten Manokwari. Namun, hal tersebut tak dijelaskannya dalam rapat dan memberikannya secara tertulis kepada Komisi II.

Ia hanya menjelaskan, empat yang kini menjadi 11 distrik tersebut berada di wilayah Kabupaten Tambrauw secara administrasi. Hal tersebut telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melahirkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2013 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat.

"Oleh MK pada 2013 justru mengukuhkan seluruh distrik-distrik itu masuk dalam wilayah Kabupaten Tambrauw. Memang hari ini terdapat gugatan dari pemerintah Kabupaten Manokwari terkait hal itu, tapi kami harus menyampaikan apa adanya, hukum yang tersedia hari ini Undang-Undang Tambrauw dan keputusan MK menyatakan itu wilayah Tambrauw," ujar perwakilan Kemendagri itu.

Dalam Undang-Undang 14/2013 dijelaskan, Kabupaten Tambrauw berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Sorong dan sebagian wilayah Kabupaten Manokwari yang terdiri atas cakupan wilayah Distrik Fef; Distrik Miyah; Distrik Yembun; Distrik Kwoor; Distrik Sausapor; Distrik Abun; dan Distrik Amberbaken. Empat lainnya adalah Distrik Kebar; Distrik Senopi; Distrik Mubrani; dan Distrik Moraid.

"Tidak mungkin kita mengubah distrik-distrik yang menjadi wilayah Tambrauw melalui undang-undang pembentukan provinsi (Papua Barat Daya), harus melalui undang-undang terkait dengan Manokwari atau Tambrauw," ujar perwakilan Kemendagri itu.

Anggota DPD atau senator asal Papua Barat Filep Wamafma mengatakan, perebutan distrik  antara Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Manokwari merupakan konsekuensi politik dari elite-elite di masa lalu. Apalagi hanya untuk sekedar kepentingan Pilkada.

"Problemnya kan bukan pasca putusan MK saja, sebelum putusan MK sudah ada keberatan daripada masyarakat ini bergabung dengan Kabupaten Tambrauw, tetapi kemudian digugat ke MK. Apa yang menjadi mayoritas keinginan masyarakat ini kan dikesampingkan pesta politik itu," ujar Filep.

Ia mengungkapkan, masyarakat di 11 distrik tersebut secara administrasi berada di Kabupaten Tambrauw. Namun secara pelayanan publik dan ekonomi, mereka lebih condong kepada Kabupaten Manokwari.

Konsep check in dan check out distrik antara Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Manokwari juga ditegaskannya bukan sebuah wacana. Pasalnya, kedua pemerintahan kabupaten tersebut memiliki dokumen dan data-data yang lengkap terkait pinjam-meminjam tersebut. Termasuk terlibatnya kementerian dalam proses tersebut.

"Yang memasukkan mereka adalah para oknum elite yang kemudian menggunakan media Mahkamah Konstitusi untuk mencaplok empat distrik ini masuk dengan konsekuensi-konsekuensi politik yang tadi Pak Ketua bilang, check in check out," ujar Filep.

"Mereka punya dokumen kok, mereka punya data surat-menyurat jelas tentang bagaimana kementerian, punya lengkap kok. Jadi check in check out ini bukan sebatas wacana, tapi memang sudah konsep sebagai bagian kompromi politik pada waktu itu," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement