Ahad 23 Oct 2022 14:03 WIB

KSP: Tim PPHAM Bentuk Komitmen Presiden

KSP mengeklaim pembentukan tim PPHAM berat masa lalu sebagai bentuk komitmen presiden

Red: Bilal Ramadhan
Mahasiswa dan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) membawa poster dan lukisan Munir saat aksi Kamisan dengan tema September Hitam - Mengenang 18 Tahun Kasus Munir di depan Gedung DPRD Malang, Jawa Timur, Kamis (8/9/2022). Dalam pernyataan sikapnya mereka menolak Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Non-Yudisial karena dinilai sarat kepentingan dan hanya akan melanggengkan impunitas. KSP mengeklaim pembentukan tim PPHAM berat masa lalu sebagai bentuk komitmen presiden.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Mahasiswa dan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) membawa poster dan lukisan Munir saat aksi Kamisan dengan tema September Hitam - Mengenang 18 Tahun Kasus Munir di depan Gedung DPRD Malang, Jawa Timur, Kamis (8/9/2022). Dalam pernyataan sikapnya mereka menolak Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Non-Yudisial karena dinilai sarat kepentingan dan hanya akan melanggengkan impunitas. KSP mengeklaim pembentukan tim PPHAM berat masa lalu sebagai bentuk komitmen presiden.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan pembentukan Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat Masa Lalu merupakan bentuk komitmen serius Presiden Joko Widodo.

"Bentuk komitmen serius presiden untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur luar pengadilan (nonyudisial) yang melengkapi mekanisme yudisial yang sedang berjalan di Makassar, Sulawesi Selatan," kata Jaleswari Pramodhawardani.

Baca Juga

Kemudian, kedua jalur penyelesaian nonyudisial dan yudisial, katanya, sudah sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dia mengatakan sebagaimana ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo pada Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2022 bahwa Keppres tentang Tim Penyelesaian HAM Berat telah ditandatangani.

Pada 2022, katanya, pemerintah berhasil memulai menangani pelanggaran HAM beratmelalui proses yang rumit dan mengalami kebuntuan. Dia mengatakan penanganan nonyudisial dilakukan secara paralel dan komplementer terhadap penyelesaian yudisial yang dimulai dengan proses peradilan di pengadilan HAM kasus di Paniaiyang digelar di Pengadilan Negeri Makassar.

Kemudian untuk pertama kali, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu nonyudisial dibahas secara terbuka dan komprehensif guna menjawab berbagai spekulasi publik terkait landasan hukumnya.

Pembahasan tersebut dilaksanakan Kantor Staf Presiden (KSP) dalam forum yang diprakarsai bersama Komnas HAM dan INFID pada Konferensi Pengarusutamaan Kabupaten/Kota HAM pada 20 Oktober 2022.

Pembahasan dihadiri oleh Wakil Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Nonyudisial (PPHAM), Deputi V Kantor Staf Kepresidenan, Wakil Ketua Komnas HAM dan WakilKoalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) serta wakil keluarga korban penghilangan paksa.

Pembicara lainnya di pembahasan, yakni Wakil Ketua Tim Pelaksana PPHAM dan Ketua Komnas HAM Periode 2007-2012 Ifdhal Kasim mengatakan Keppres tentang PPHAM merupakan jawaban atas kebuntuan proses penyelesaian pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu.

"Keppres Nomor 17 tahun 2022merupakan langkah tepat yang diambil pemerintah untuk melaksanakan tanggung jawab negara guna mengingat, memulihkan, dan menjamin tak berulangnyasebagaimana diatur dalam prinsip-prinsip pemajuan dan perlindungan HAM melalui aksi-aksi melawan impunitas yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2005," katanya.

Terkait kekhawatiran bahwa PPHAM akan menutup jalur penyelesaian melalui pengadilan HAM, Ifdhal Kasim menegaskan tuntutan pidana terhadap orang yang bersalah tetap menjadi tanggung jawab Jaksa Agung.

"Sebagaimana diatur dalam UU Pengadilan HAM. Hasil kerja Tim PPHAM bukan merupakan substitusi dari Kejaksaan Agung," kata dia.

Orang tua korban kasus penghilangan paksa pada 1997-1998 Ucok Munandar, Paian Siahaan menyampaikan keppres yang telah diterbitkan Presiden Jokowi menjadi bentuk perhatian pemerintah pada keluarga korban.

"Apakah ini (keppres) bisa direalisasikan dalam waktu singkat? Keppres ini memberikan ketenangan bagi kami, paling tidak kami diberi perhatian pemerintah," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement