Kamis 27 Oct 2022 17:16 WIB

KPK Periksa Hakim Agung Gazalba Saleh Jadi Saksi

Gazalba diperiksa untuk tersangka hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati dkk.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Hakim Agung Gazalba Saleh diperiksa KPK.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Hakim Agung Gazalba Saleh diperiksa KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa hakim agung Gazalba Saleh pada Kamis (27/10/2022), sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Gazalba diperiksa sebagai saksi untuk tersangka hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD) dan kawan-kawan.

"Hari ini, tim penyidik melakukan pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung untuk tersangka SD dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Kamis (27/10/2022).

Pemeriksaan terhadap Gazalba merupakan penjadwalan ulang, setelah ia tidak menghadiri panggilan pada Kamis (13/10). Usai diperiksa, Gazalba memilih irit bicara mengenai pemeriksaannya tersebut. "Tanyakan sama penyidik ya," kata Gazalba.

Selain Gazalba, KPK juga memeriksa empat saksi lainnya dalam penyidikan kasus itu, yakni Panitera Muda Kamar Perdata Frieske Purnama Pohan, Panitera Muda Kamar Pidana Rudi Soewasono Soepadi, Reny Anggraini selaku staf asisten hakim agung, serta ibu rumah tangga bernama Riris Riska Diana. "Semua saksi hadir memenuhi panggilan pemeriksaan hari ini," tambah Ipi.

KPK total menetapkan 10 tersangka dalam kasus tersebut. Enam tersangka selaku penerima ialah SD, hakim yustisial/panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA yaituNurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Sementara itu, empat tersangka selaku pemberi suap adalah dua pengacara, yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidanayaitu Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan awalnya ada laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas dari KSP Intidana di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Gugatan diajukan HT dan IDKS, diwakili kuasa hukumnya, yakni YP dan ES. Saat proses persidangan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, HT dan ES belum puas terhadap keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut. Sehingga mereka melanjutkan upaya hukum berikutnya pada tingkat kasasi pada MA. Pada 2022, HT dan IDKS mengajukan kasasi dengan masih lewat YP dan ES.

Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai di kepaniteraan MA, yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim. Sehingga diharapkan dapat mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.

Pegawai MA yang bersepakat dengan YP dan ES adalah DY, dengan syarat diberikan sejumlah uang. Selanjutnya, DY mengajak MH dan ETPikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim. KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari mereka yang mengurus perkara di MA.

Sementara itu, terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim diduga berasal dari HT dan IDKS. Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai dariYP dan ES kepada DY sekitar 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar.

Kemudian, DY membagi lagi uang tersebut, sehingga DY menerima sekitar Rp 250 juta, MH sekitar Rp 850 juta, ETP sekitar Rp 100 juta, dan SD melalui ETP sekitar Rp 800 juta. Dengan penyerahan uang tersebut, YP dan ES berharap putusan akan dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP Intidana pailit.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement