REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR bersyukur rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah dilakukan pengambilan keputusan tingkat I. RKUHP tinggal dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat, untuk dilakukan pengambilan keputusan tingkat II guna disahkan menjadi undang-undang.
Sebelum keputusan tersebut, pemerintah bersama Komisi III terus menampung aspirasi banyak pihak terkait RKUHP. Utamanya yang berkaitan dengan pasal-pasal yang menuai polemik di masyarakat.
"Mungkin masih ada beberapa masyarakat yang belum terpuaskan, tapi kami sadar bahwa untuk menuju kesempurnaan itu sangat susah. Menurut kami inilah RUU KUHP yang terbaik, yang ditunggu-tunggu," ujar Adies usai rapat tersebut di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/11/2022).
Komisi III, jelas Adies, akan segera mengirim surat hasil rapat kerja hari ini kepada pimpinan DPR. Namun, ia masih belum mengetahui jadwal pelaksanaan rapat paripurna DPR, mengingat hal tersebut harus dibahas terlebih dahulu di tingkat Badan Musyawarah (Bamus).
"Kami belum tahu, karena ya tergantung pimpinan DPR. Yang penting tugas kami di Komisi III sudah kami selesaikan," ujar Adies.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, RKUHP saat ini merupakan hasil sosialisasi pihaknya di 11 kota. Hal senada juga disampaikannya, bahwa payung hukum pidana nasional terbaru itu tak bisa memuaskan semua pihak.
"Tidak mungkin kita akan memuaskan semua pihak ya, karena setiap isu di dalam RKUHP itu pasti penuh dengan kontroversi dan kontroversi," ujar Eddy.
Namun dipastikannya, RKUHP saat ini jauh lebih baik ketimbang RUU yang ditolak masyarakat pada 2019. DPR dan pemerintah disebutnya telah menampung seluruh aspirasi publik, meski diakuinya bahwa semua pendapat tak bisa ditampung dalam RKUHP terbaru.
"Kami mencoba mengakomodasi berbagai pihak dan itu tertuang baik di dalam batang tubuh maupun penjelasan," ujar Eddy.
"Kalau ada warga masyarakat yang merasa hak konstitusional dilanggar, pintu Mahkamah Konstitusi terbuka lebar-lebar untuk itu dan di situlah kita melakukan perdebatan hukum yang elegan dan saya kira bermartabat," sambungnya.