REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah mengupayakan rumah sakit di seluruh kabupaten dan kota bisa menangani pasien strok. Penanganan ini termasuk melakukan intervensi non-bedah untuk mengatasi gangguan pasokan darah ke otak akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah.
Budi meminta Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono selaku rumah sakit rujukan nasional memastikan rumah sakit di 514 kabupaten dan kota di Indonesia bisa melakukan penanganan strok. "Tahun 2024 harus bisa melakukan bedah otak terbuka dan RSPON juga harus memastikan 514 kabupaten kota bisa melakukan intervensi non-bedah coiling atau trombektomi," katanya dalam acara diskusi via daring yang diikuti dari Jakarta, Senin,
Budi mengatakan, pemerintah berupaya memastikan seluruh rumah sakit di kabupaten dan kota memenuhi standar pelayanan dalam menangani pasien strok. Dia meminta Rumah Sakit Umum Pusat Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerahdi Denpasar menjadi pengampu bagi rumah sakit di wilayah Bali serta Nusa Tenggara Barat dan Timur dalam penanganan pasien strok.
"Saya menunggu, satu rumah sakit di Jembrana dan Buleleng harus bisa trombektomi dan coiling," katanya.
Menurut informasi yang disiarkan di laman resmi Kementerian Kesehatan, strok terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah sehingga sebagian otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan kematian sel dan jaringan.
Gangguan tersebut menimbulkan gejala seperti kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas, perubahan kesadaran, dan gangguan penglihatan. Strok dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang dapat menurunkan status kesehatan dan kualitas hidup penderitanya.
"Saya mengamati bahwa strok ini merupakan penyakit yang (berdampak) buruk sekali (pada) kualitas hidup, jadi kematiannya paling tinggi dan membuat cacat juga tinggi sekali," kata menkes.