REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memastikan akan menjatuhkan sanksi tegas kepada penyelenggara pemilu yang melakukan pelanggaran etika serius. Saat ini DKPP sedang memroses sejumlah aduan dugaan intimidasi, manipulasi data, hingga tindakan asusila oleh komisioner KPU RI.
Ketua DKPP Heddy Lugito menjelaskan, penetapan sanksi terhadap penyelenggara pemilu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran etik. Pelanggaran etika yang bersifat serius, tentu akan mendapatkan sanksi berat pula karena dapat merusak legitimasi Pemilu 2024.
"Pelanggaran etika yang secara serius mengganggu legitimasi penyelenggaraan pemilu secara lebih luas jelas perlu diberi sanksi yang tegas dan berat," ujar Heddy dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).
"DKPP tidak akan ragu (menjatuhkan sanksi berat) karena legitimasi penyelenggaraan pemilu menentukan legitimasi hasil keseluruhan pemilu," imbuhnya.
Lebih lanjut, Heddy mengatakan pelanggaran atas integritas, moralitas, dan profesionalisme perlu diberi bobot yang tinggi dalam penanganannya. Ketegasan DKPP terhadap pelanggaran etik penyelenggara pemilu juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu.
"Penyelenggara pemilu yang kredibel akan membuahkan hasil pemilu yang sangat kredibel pula," tegas Heddy.
Sejak Heddy memimpin DKPP pada September 2022, tercatat sudah ada 89 aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan jajaran KPU maupun Bawaslu. Tiga aduan diantaranya mendapat sorotan publik karena teradunya adalah komisioner KPU RI.
Pertama, komisioner KPU RI Idham Holik dan sembilan komisioner KPU daerah diadukan karena diduga melakukan intimidasi terhadap anggota KPU daerah agar mau memanipulasi data partai politik calon peserta Pemilu 2024. Kedua, Idham Holik dan 10 komisioner KPU daerah diadukan terkait dugaan manipulasi data demi meloloskan partai tertentu dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Ketiga, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari diadukan karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni Moein alias Wanita Emas, dengan iming-iming meloloskan partainya sebagai peserta pemilu.
DKPP diketahui masih memeriksa berkas tiga perkara tersebut guna memutuskan apakah memenuhi syarat atau tidak untuk disidangkan.