REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO - Sejumlah kelompok hak asasi manusia (HAM) pada Senin (16/1/2023) mendesak Pemerintah Sri Lanka membebaskan seorang aktivis mahasiswa terkemuka, Wasantha Mudalige. Ia ditangkap tanpa dakwaan di bawah Undang-Undang (UU) anti-terorisme sehubungan dengan demonstrasi anti-pemerintahan lima bulan lalu.
Ia diperkirakan akan hadir di pengadilan pada Selasa (17/1/2023) untuk sidang jaminan. Namun tujuh kelompok HAM, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch mengatakan, pengadilan secara rutin menolak jaminan jika ditentang oleh jaksa agung di bawah UU Pencegahan Terorisme. Menurut kelompok HAM, militer negara tersebut telah berusaha untuk mengurangi protes melalui intimidasi, pengawasan dan penangkapan sewenang-wenang sejak Presiden Ranil Wickremesinghe menjabat pada Juli tahun lalu.
Beberapa pengunjuk rasa yang ditahan telah dibebaskan dengan jaminan. Namun kelompok HAM menyayangkan karena pihak berwenang telah menggunakan kekuatan luar biasa untuk menahan Mudalige meskipun tidak menunjukkan bukti keterlibatannya dalam terorisme.
"Untuk sebagian besar waktu, Mudalige telah ditahan di sel isolasi dan kondisi yang buruk, yang dapat melanggar larangan penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional," kata pernyataan bersama sejumlah kelompok HAM seperti dikutip kantor berita Associated Press, Selasa (17/1/2023).
Mudalige juga ditangkap dan dipenjara selama lebih dari tiga bulan pada 2021, setelah memprotes hak atas pendidikan gratis. Mudalige adalah pengurus Federasi Mahasiswa Antar Universitas dan terlibat dalam demonstrasi anti-pemerintah selama berbulan-bulan tahun lalu dan tahun sebelumnya.
Selama berbulan-bulan, anggota parlemen oposisi, kelompok HAM dan aktivis mahasiswa telah menuntut pembebasan Mudalige. Mereka juga mendesak Pemerintah Sri Lanka mengakhiri tindakan keras terhadap demonstrasi terkait dengan krisis ekonomi.
Para pengunjuk rasa menuntut reformasi luas untuk menyelesaikan krisis ekonomi yang menyebabkan kekurangan barang-barang penting, bahan bakar dan obat-obatan setelah Sri Lanka gagal membayar utangnya yang sangat besar. Protes memuncak setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa kabur dan mengundurkan diri dari jabatannya. Saat itu ribuan orang menyerbu kediamannya pada Juli.
Pengganti Rajapaksa adalah Wickremesinghe. Ia memprakarsai pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional untuk paket bantuan keuangan yang bergantung pada reformasi dan restrukturisasi utang. Pemerintahan Wickremesinghe juga memberikan kekuasaan besar kepada pihak berwenang untuk menindak protes dan menangkap sejumlah aktivis.
Di sisi lain terkait penahanan aktivis, kelompok HAM mendesak pemerintah untuk mencabut UU anti-teror. Sebab UU tersebut dinilai mengkhawatirkan untuk mengizinkan penahanan hingga satu tahun tanpa dakwaan atas perintah menteri pertahanan. Posisi itu kini dipegang oleh Wickremesinghe.
Pada Maret, Pemerintah Sri Lanka memperkenalkan beberapa reformasi pada UU anti-teror. Namun, kelompok oposisi dan HAM menyebut reformasi itu hanya bualan belaka.
UU nyatanya masih mengizinkan penahanan tersangka tanpa surat perintah dan penggunaan pengakuan yang diperoleh melalui penyiksaan. Oposisi dan kelompok HAM juga mengatakan UU yang diperkenalkan selama perang saudara di negara itu pada 1979, telah disalahgunakan secara luas yang menyebabkan sejumlah besar orang yang tidak bersalah menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara tanpa diadili.
Wickremesinghe dipilih oleh Parlemen untuk menyelesaikan masa jabatan Rajapaksa hingga 2024. Dia tidak populer karena didukung oleh anggota parlemen yang masih didukung oleh keluarga Rajapaksa yang memerintah Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir.
Sri Lanka mengalami kebangkrutan dan telah menangguhkan pembayaran utang luar negeri hampir 7 miliar dolar AS yang jatuh tempo tahun ini. Total utang luar negeri negara itu melebihi 51 miliar dolar AS, sedangkan 28 miliar dolar AS harus dilunasi pada 2027.