REPUBLIKA.CO.ID, KAHRAMANMARAS -- Pemerintah Turki telah mengakhiri upaya penyelamatan para penyintas gempa di semua provinsi, kecuali dua provinsi. Alasannya, dua provinsi ini menjadi wilayah yang paling terpukul oleh gempa besar yang menewaskan puluhan ribu orang, kata badan bencana Turki, Ahad (19/2/2023).
“Di banyak provinsi kami, upaya pencarian dan penyelamatan korban telah selesai. Namun, di dua provinsi ini pencarian tetap berlanjut di Provinsi Kahramanmaras dan Hatay,” kata kepala badan tersebut Yunus Sezer kepada wartawan di Ankara, dilansir Reuters, Senin (20/2/2023.
Episentrum gempa berkekuatan 7,8 pada 6 Februari lalu memang berada di wilayah Kahramanmaras. Lebih dari 46 ribu orang tewas setelah gempa melanda Turki dan Suriah. Jumlah korban diperkirakan akan meningkat, dengan sekitar 345 ribu apartemen di Turki sekarang diketahui telah hancur, dan masih banyak yang hilang.
Baik Turki maupun Suriah tidak mengatakan, berapa banyak orang yang masih hilang setelah gempa. Keluarga korban yang selamat masih menggali dari puing-puing di Turki yang dilanda gempa, tetapi bagi banyak keluarga yang berduka, satu-satunya harapan mereka adalah sisa-sisa orang yang mereka cintai akan ditemukan sehingga mereka dapat berkabung di kuburan mereka.
“Maukah Anda berdoa untuk menemukan mayat? Kami lakukan untuk mengantarkan jenazah ke keluarga,” kata operator buldoser Akin Bozkurt saat mesin besanya mencakar puing-puing bangunan yang hancur di kota Kahramanmaras.
“Anda mengumpulkan jasad dari bawah berton-ton puing. Keluarga menunggu dengan harapan,” kata Bozkurt. “Mereka ingin mengadakan upacara penguburan. Mereka menginginkan jenasah di kuburan dengan layak.”
Dua belas hari setelah gempa melanda, para pekerja dari Kyrgyzstan mencoba menyelamatkan satu keluarga Suriah beranggotakan lima orang dari puing-puing sebuah bangunan di wilayah Antakya, selatan Turki.
Tiga orang, termasuk seorang anak, diselamatkan hidup-hidup. Ibu dan ayahnya selamat, tetapi anak itu kemudian meninggal karena dehidrasi, kata tim penyelamat. Seorang kakak perempuan dan saudara kembar tidak berhasil.
“Kami mendengar teriakan saat kami menggali hari ini satu jam yang lalu. Ketika kami menemukan orang-orang yang masih hidup, kami selalu bahagia," kata Atay Osmanov, seorang anggota tim penyelamat, kepada Reuters.
Sepuluh ambulans menunggu di jalan terdekat yang diblokir untuk lalu lintas untuk memungkinkan pekerjaan penyelamatan. Para pekerja meminta waktu kerja di keheningan total dan semua orang berjongkok atau duduk saat tim naik ke atas puing-puing bangunan tempat keluarga itu ditemukan untuk mendengarkan suara lagi menggunakan detektor elektronik.
Saat upaya penyelamatan berlanjut, seorang pekerja berteriak ke reruntuhan, "Tarik napas dalam-dalam jika Anda bisa mendengar suara saya."
Namun, dengan kondisi rusaknya infrastruktur sanitasi, pejabat kesehatan mengkhawatirkan kemungkinan penyebaran infeksi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 26 juta orang di Turki dan Suriah membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tiba pada hari Minggu di Turki untuk membahas bagaimana Washington dapat lebih lanjut membantu Ankara saat negara itu bergulat dengan akibat bencana alam terburuk pada zaman modern.
Suriah telah melaporkan lebih dari 5.800 korban jiwa gempa. Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan, pihak berwenang di barat laut negara itu memblokir akses ke daerah tersebut.
“Itu menghambat operasi kami. Itu harus segera diperbaiki,” kata Direktur WFP David Beasley kepada Reuters di sela-sela Konferensi Keamanan Munich.
Sebagian besar korban jiwa di Suriah berada di barat laut. Wilayah ini adalah kawasan yang dikuasai oleh kelompok oposisi yang berperang dengan pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad.
“Waktu hampir habis dan kami kehabisan uang. Operasi kami menghabiskan sekitar 50 juta dolar AS per bulan untuk tanggap gempa saja, jadi kecuali Eropa menginginkan gelombang baru pengungsi, kami perlu mendapatkan dukungan yang kami butuhkan,” kata Beasley menambahkan.