Ahad 26 Feb 2023 15:11 WIB

Gaya Hidup Mewah Keluarga Pejabat Pajak Terbongkar, Kemenkeu Diminta Berbenah

PPATK mengungkapkan adanya indikasi keanehan pada transaksi keuangan milik Rafael.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi meminta Menkeu Sri Mulyani melakukan pembenahan institusi perpajakan Indonesia.
Foto: istimewa
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi meminta Menkeu Sri Mulyani melakukan pembenahan institusi perpajakan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus penganiayaan yang diduga dilakukan Mario Dandy Satrio (20 tahun) terhadap David (17) membuka tabir kemewahan gaya hidup keluarga pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mencuatnya kejadian ini dinilai sebagai momentum tepat bagi Menkeu Sri Mulyani untuk melakukan pembenahan institusi perpajakan Indonesia. 

"Kami tentu sangat prihatin dengan gelombang pertanyaan dan sorotan publik akan gaya hidup mewah di kalangan pegawai dan pejabat di lingkungan Ditjen Pajak. Maka sudah saatnya jika Kemenkeu melakukan langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan publik," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi, dalam keterangannya, Ahad (26/2/2023). 

Baca Juga

Kasus penganiayaan yang diduga dilakukan Mario Dandy, anak dari mantan pegawai eselon II Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, membawa efek berantai. Gaya hidup Mario Dandy membuat pertanyaan akan asal kekayaan dari sang ayah yang mencapai Rp 56 miliar. PPATK telah mengungkapkan adanya indikasi keanehan pada transaksi keuangan milik Rafael. Publik pun mendesak agar ada transparansi dan pengawasan ketat bagi pegawai Ditjen Pajak. 

Fathan mengatakan, wajar jika ada tuntutan tinggi terhadap integritas  dari pegawai Ditjen Pajak. Menurutnya, dari segi tunjangan kinerja (tukin) sebagai aparatur sipil negara (ASN) pegawai Ditjen Pajak tercatat sebagai penerima terbesar. "Hal itu menandakan jika dari gaji dan tukin saja para pegawai Ditjen Pajak sudah bisa hidup dengan layak," kata Fathan. 

Politikus PKB itu mengatakan, publik selama ini juga tidak mempermasalahkan jika tukin dari pegawai Ditjen Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan ASN lainnya. Mereka memahami jika tukin tinggi tersebut untuk menjaga agar pegawai Ditjen Pajak tidak tergoda main mata dengan wajib pajak sehingga pendapatan negara tetap terjaga.

"Harus diakui tukin tinggi tersebut salah satunya untuk menjaga integritas dari pegawai di lingkungan Ditjen Pajak dan kita fine-fine saja dengan hal itu. Tapi hal itu akan menjadi masalah jika tukin sudah tinggi tetapi mereka tetap main mata dengan wajib pajak untuk memperkaya diri sendiri," ujarnya. 

Fathan menegaskan, pajak merupakan pilar utama pendapatan negara. Ironinya, rasio pajak Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat ekonomi setara. Rasio pajak di Indonesia masih di kisaran 10-12 persen dari PDB. Angka ini masih di bawah rasio pajak negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah (low income) yang ada di kisaran 14-15 persen.

"Tentu akan sangat menyakitkan jika rasio pendapatan pajak yang relatif rendah ini ternyata dibuat main mata pegawai Ditjen Pajak dengan wajib pajak," katanya. 

Fathan mendesak agar Menkeu Sri Mulyani mengambil langkah konkret untuk mengaudit semua laporan harta kekayaan para pegawai di Ditjen Pajak. Jika ditemukan indikasi ketidakseimbangan antara pendapatan dan besaran kekayaan maka harus ada sanksi tegas.

"Langkah konkret ini diperlukan agar gelombang keraguan publik terkait integritas dari para pegawai Ditjen Pajak ini terjawab. Ingat kepercayaan publik ini sangat krusial untuk menjaga animo wajib pajak memenuhi kewajiban mereka. Jangan sampai kasus harta kekayaan jumbo milik pegawai eselon II tersebut memicu spekulasi liar terkait integritas para pegawai pajak," ujar Fathan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement