REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah memutuskan untuk menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh pelaku anak berinisial AG (15 tahun). Perlindungan hukum tersebut diajukan seusai AG ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak dalam kasus penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora (17 tahun).
"Kami sudah putuskan menolak," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas saat dihubungi awak media, Selasa (14/3/2023).
Namun, Susilaningtyas enggan berkomentar lebih banyak terkait alasan LPSK menolak permohonan perlindungan yang dilayangkan AG. Dia hanya hanya dipastikan jika LPSK menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh kekasih tersangka utama, yaitu Mario Dandy Satriyo (20 tahun).
Dalam kasus ini, AG yang masih berusia di bawah umur tidak boleh disebut anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak. Peningkatan status terhadap AG ditetapkan berdasarkan bukti baru yang ditemukan di lapangan. Mulai bukti chat hingga rekaman kamera pengawas atau CCTV.
"Untuk anak yang berkonflik dengan hukum berinisial AG, 76C juncto pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak dan atau 355 ayat 1 KUHP juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP lebih lebih subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi.
Sementara untuk tersangka Mario dijerat dengan 355 KUHP ayat 1 subsider 354 ayat 1 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 KUHP lebih lebih subsider 351 ayat 2 KUHP dan atau 76C juncto 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Kemudian untuk tersangka Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan alias SLRPL (19 tahun) dijerat Pasal 355 Ayat 1 KUHP juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP lebih lebih subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP dan atau 76C juncto 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.