REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guinness World Records menobatkan seorang ahli saraf, Howard Tucker, sebagai dokter tertua di dunia yang masih praktik. Di usianya yang memasuki 100 tahun, ia telah membuka praktik selama 75 tahun.
Tucker memutuskan untuk pensiun dari profesinya sebagai dokter pada tahun ini. Meski begitu, dia masih mengajar residen medis di St Vincent Charity Medical Center di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat, dua kali dalam sepekan.
"Saya memandang pensiun sebagai musuh umur panjang," kata Tucker, dilansir Today, Kamis (13/4/2023).
Tucker diketahui memiliki komputer dan ponsel cerdas serta bertekad untuk mengikuti perkembangan teknologi. Bagi dia, pensiun dapat menyebabkan seseorang berpotensi lebih lemah dan berakhir di panti jompo.
"Sangat menyenangkan tetap hidup dan bekerja… Ini pekerjaan yang menyenangkan. Setiap hari saya belajar sesuatu yang baru," ujar dia.
Tucker lahir pada 10 Juli 1922 di Cleveland. Saat keluarganya berkumpul untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-100 pada bulan lalu, dia menerima "hadiah Covid-19" dari salah satu kerabatnya yang suka memeluk dan menciumnya, tetapi ia sembuh dengan cepat dan merasa baik-baik saja.
Selain "hadiah" dari pandemi, Tucker juga mengalami krisis ekonomi terparah sepanjang sejarah (1929-1939), Perang Dunia II, dan krisis sejarah selama satu abad. Tucker tidak harus berurusan dengan penyakit berat, tetapi lehernya pernah patah saat bermain ski di usia akhir 80-an dan mampu sembuh dengan sempurna.
Tucker bekerja di Cleveland Clinic. Ketertarikannya pada dunia hukum mengantarkannya lulus Ujian Pengacara Ohio pada usia 67.
Tucker pun membagikan beberapa saran tentang umur panjangnya. Pertama adalah cara dia bisa berumur panjang.
"Keturunan dan riwayat panjang umur keluarga adalah awal yang sehat, namun, itu harus didukung dengan nutrisi yang tidak berlebihan, jauhi alkohol, dan tetap bahagia," kata Tucker dalam entri Guinness World Records-nya.
Kedua, gen yang baik jelas mempengaruhi. Ibunya hidup sampai usia 84 tahun dan ayahnya sampai 96 tahun. Tucker telah berhasil menghindari penyakit jantung, kanker, demensia, dan masalah kesehatan utama lainnya yang harus dihadapi banyak orang seiring bertambahnya usia.
"Saya paham betul bagaimana saya telah diberkati dengan itu,” kata dia.
Ketiga, Tucker tidak pernah merokok dan jarang sekali minum alkohol. Dalam hal makanan, dia menikmati semuanya dalam jumlah sedang.
Pria berumur 100 tahun itu rutin berolahraga sepanjang hidupnya. Dia suka berenang, joging, dan bermain ski.
Keluarganya memang melarang Tucker bermain ski setelah kecelakaan di usia akhir 80-an itu. Tucker masih aktif berolahraga di gym rumahnya, seperti treadmill, sepeda statis, dan NordicTrack kuno yang seperti bermain ski.
Keempat, Tucker menegaskan untuk tidak pernah pensiun. Tucker menyadari ada pekerjaan yang secara fisik tidak dapat dilakukan lagi, karena seseorang bertambah tua atau tidak ingin bertahan karena tekanan dan beban emosional. Namun, terlepas dari semua itu, pensiun adalah pilihan yang buruk baginya.
"Saya tidak memahaminya. Saya tidak mengerti golf tiga hari sepekan. Saya mengingatkan (orang-orang), jika mereka pensiun dari pekerjaan mereka, mereka setidaknya harus melakukan sesuatu sebagai hobi, apakah itu pekerjaan komunal atau hobi mandiri… mereka membutuhkan rangsangan untuk otak setiap hari," papar dia.
Kelima, teruslah belajar. Tucker yang menerima gelar medisnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Ohio pada 1947, telah menjadi dokter selama bertahun-tahun sebelum pemindaian MRI dan CT tersedia.
Tucker melihat dokter pensiun karena mereka tidak mau belajar cara menggunakan komputer. Dia menganggap teknologi baru itu menantang, namun tetap bertekad untuk mengikutinya.
"Seluruh dunia penuh dengan komputer dan mereka hidup dengan komputer. Jika saya ingin tetap tinggal di dunia ini, saya harus melakukannya," kata dia.