REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Yarsi mencoba mengurai tantangan dan peluang pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan untuk menjawab pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. Pada kesempatan itu, pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan upaya yang dapat dilakukan untuk mengakselerasi pemenuhan kebutuhan dokter spesialis tersebut.
“Saya coba lihat data kita. Saat ini jumlah mahasiswa yang sedang mengikuti program pendidikan spesialis itu ada 15 ribu lebih. Artinya, kalau itu kita garap betul, dalam tiga tahun sudah akan terpenuhi kebutuhan 30 ribu tadi asalkan kita gotong royong bersama-sama,” ujar Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam, di Universitas Yarsi, Jakarta Pusat, Selasa (30/5/2023).
Nizam menjelaskan, gotong royong untuk pemenuhan kebutuhan dokter spesialis penting untuk dilakukan karena pemahiran para spesialis tak cukup hanya dilakukan oleh fakultas-fakultas kedokteran saja. Akses terhadap rumah-rumah sakit untuk pendidikan juga harus disediakan agar para mahasiswa spesialis dapat memahirkan diri di sana.
“Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga (perlu) membantu dengan pembiayaan karena amanah Undang-Undang Pendidikan Kedokteran itu mengamanatkan, residen itu harus mendapat insentif. Itu harusnya dipenuhi oleh teman-teman Kemenkes, bagaimana biaya-biaya untuk menghasilkan spesialis ini dipenuhi oleh pemerintah,” jelas Nizam.
Apabila gotong royong sudah dilakukan, maka pemenuhan kebutuhan spesialis dapat diakselerasi. Menurut Nizam, tidak perlu ada perubahan sistem, yang perlu dilakukan hanya menjalankan sistem yang sudah ada dengan baik. Jika ada persoalan dan isu-isu yang membuat kendala pemenuhan kebutuhan itu, maka semestinya dicari solusinya.
“Tidak perlu dengan kemudian mengubah total keseluruhan sistem. Lebih baik yang sudah ada, masalahnya apa kita selesaikan. Itu akan jauh lebih efisien, jauh lebih cepat, jauh lebih terbukti,” kata dia.
Nizam juga menerangkan, kemampuan Kemendikbudristek terbatas sekali karena harus mengurus semua pendidikan, mulai dari pendidikan filsafat sampai pendidikan nuklir kan. Karena itu, dia merasa tidak mungkin dengan sumber daya yang terbatas tersebut Kemendikbudristek melalui fakultas-fakultas kedokteran yang ada memenuhi kebutuhan dokter spesialis sendirian.
“Sehingga kita perlu jaringan rumah sakit. Tak perlu FK itu punya rumah sakit sendiri. Rumah-rumah sakit yang ada di daerah itu tolong bisa dimanfaatkan oleh fakultas-fakultas kedokteran kita. Jadi dengan begitu kita bisa efisien, hemat, dalam penyelenggaraan pendidikan ini,” ujar Nizam.