REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Pemerintah Turki menyambut diadopsinya resolusi Majelis Umum PBB yang menyesalkan semua tindakan penistaan terhadap kitab suci. Pengadopsian resolusi itu dilakukan di tengah berulangnya aksi pembakaran Alquran di Eropa.
"Kami menyambut baik keputusan Majelis Umum PBB, yang berlangsung pada 25 Juli 2023, untuk menganggap segala bentuk kekerasan terhadap kitab suci sebagai pelanggaran hukum internasional, dan kami senang negara kami juga menjadi co-sponsor dari resolusi ini," kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Turki, Rabu (26/7/2023), dikutip Anadolu Agency.
Turki menilai, resolusi tersebut sangat penting. Hal itu mengingat aksi pembakaran Alquran baru-baru ini di Swedia, Denmark, dan Belanda yang turut diberi penjagaan oleh aparat keamanan. "Kejahatan rasial yang sangat menyinggung miliaran Muslim ini membutuhkan resolusi dan tindakan bersama dari komunitas internasional," kata Kemenlu Turki.
Pada Selasa lalu Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi bertajuk “Promoting interreligious and intercultural dialogue and tolerance in countering hate speech”. Dalam resolusi itu dinyatakan bahwa PBB menyesalkan semua tindakan penistaan dan penodaan kitab suci.
Resolusi yang dirancang oleh Maroko itu diadopsi secara konsensus. “Sangat menyesalkan semua tindakan kekerasan terhadap orang-orang berdasarkan agama atau kepercayaan mereka, serta tindakan semacam itu yang diarahkan terhadap simbol agama mereka, kitab suci, rumah, bisnis, properti, sekolah, pusat budaya atau tempat ibadah, serta semua serangan di dan di tempat-tempat keagamaan, situs, dan kuil yang melanggar hukum internasional,” demikian bunyi salah satu paragraf dalam resolusi tersebut.
Juru bicara Presiden Sesi ke-76 Majelis Umum PBB, Paulina Kubiak, mengatakan, delegasi dari Spanyol meminta kata-kata “melanggar hukum internasional” dalam paragraf di atas dihapus. Namun negara-negara lain menolak usulan tersebut. “Resolusi diadopsi secara konsensus,” ujarnya.
Pada 12 Juli 2023 lalu, Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB juga telah mengadopsi resolusi bertajuk “Countering religious hatred constituting incitement to discrimination, hostility or violence”. Dalam resolusi itu, Dewan HAM menyerukan negara-negara mengadopsi undang-undang, kebijakan, dan kerangka kerja penegakan hukum nasional untuk mencegah, menangani, dan menuntut tindakan serta advokasi kebencian agama. Resolusi itu diadopsi setelah adanya kecaman luas atas aksi pembakaran Alquran di Swedia bulan lalu. Resolusi itu ditentang keras oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan sejumlah negara Barat lainnya.
Resolusi tentang perlawanan terhadap aksi kebencian agama di Dewan HAM diadopsi dengan komposisi 28 negara mendukung, 12 negara menolak, dan tujuh lainnya abstain. Meski tahun ini tak menjadi anggota, Indonesia menjadi salah satu negara yang mendukung inisiatif resolusi. Indonesia pun terlibat dalam proses penyusunan dan negosiasi resolusi, termasuk melakukan lobi-lobi agar resolusi itu dapat diterima.