REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan pengacara Bharada E dalam kasus Ferdy Sambo, Deolipa Yumara, melihat putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang meringankan hukuman bagi Ferdy Sambo dan Putri Chandrawati dapat mengganggu rasa keadilan masyarakat, khususnya keluarga Brigadir Joshua.
Rasa keadilan itu dia lihat seolah sudah didapatkan pada pengadilan tingkat pertama, tapi kemudian kini diubah. “Ini cukup mengganggu rasa keadilan. Apalagi nanti keluarganya almarhum Joshua itu kan. Itu berat buat mereka,” ujar Deolipa lewat sambungan telepon, Selasa (8/8/2023).
Deolipa menyatakan, putusan tersebut mengganggu rasa keadilan terhadap kasus yang menyita banyak perhatian publik beberapa waktu lalu itu. Hal tersebut dia nilai akan dirasakan oleh pihak-pihak yang memang melihat putusan pada pengadilan negeri sudah adil.
“Kita bisa baca masyarakat waktu putusan pengadilan tingkat pertama itu merasa puas, merasa sudah memenuhi rasa keadilan. Tapi ketika kasasinya seumur hidup, kemudian turun separoh yang Putri. Itu mencederai rasa keadilan masyarakat,” jelas dia.
MA mengubah hukuman pidana mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup. Putusan tersebut, hasil kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dan terdakwa terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
Selain mengubah putusan mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu, majelis agung juga mengubah hukuman terhadap tiga terdakwa lainnya. Sang istri, Putri Sambo, diringankan dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Pejabat Humas MA Sobandi mengatakan, kasasi diputuskan pada Selasa (8/8/2023) di Jakarta. “Terhadap kasasi terdakwa Ferdy Sambo amar putusan kasasi: tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan,” ujar Sobandi di Gedung MA, Jakarta, pada Selasa (8/8/2023).
Perbaikan kualifikasi tersebut berupa penegasan bahwa terdakwa Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana bersama-sama. Menurut Sobandi, bahwa terdakwa Ferdy Sambo, tanpa hak telah melakukan tindakan yang berakibat pada sistem elektonik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara bersama-sama. “Dengan hukuman pidana penjara seumur hidup,” demikian dalam putusan kasasi.
Sobandi mengatakan, kasasi tersebut diadili oleh lima hakim agung. Hakim Suhadi selaku ketua majelis kasasi, dan empat anggota lainnya, Hakim Suharto, Hakim Jupriyadi Hakim Desnayeti, dan Hakim Yohanes Priyatna.
Menurut Sobandi, pidana mati menjadi penjara seumur hidup dalam putusan kasasi tersebut tak bulat. Karena dikatakan dia, ada dua hakim yang menyatakan dissenting opinion atau menyakan berbeda pendapat.
“P1 dan P3 dissenting opinion,” ujar Sobandi melanjutkan.