REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Seorang politikus Islam Arab di Israel meminta Hamas membebaskan beberapa sanderanya. Hal ini disampaikan atas dasar pertimbangan agama.
"Nilai-nilai Islam mewajibkan kita untuk tidak menawan perempuan, anak-anak, dan orang tua,” kata ketua partai United Arab List, Mansour Abbas, dalam sebuah unggahannya di media sosial, Rabu (11/10/2023).
Seperti yang diketahui, kelompok perjuangan Hamas menawan beberapa sandera Israel, selama serangan lintas batas pada akhir pekan kemarin. Abbas, dalam unggahannya, juga menyebut pembebasan mereka akan menjadi tindakan kemanusiaan yang harus segera dilakukan.
Hamas, yang merupakan kelompok perjuangan Islam, mengatakan mereka membawa puluhan tawanan kembali ke Jalur Gaza. Muncul juga isyarat kemungkinan menukar mereka dengan ribuan warga Palestina yang dipenjara di Israel.
Tidak hanya Hamas, sekutu mereka yaitu Jihad Islam Palestina juga mengatakan mereka telah memiliki lebih dari 30 tawanan. Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan kepada CNN bahwa jumlah sandera di Gaza berkisar antara 100 hingga 150 orang.
Menurut informasi dari kerabat mereka dan video yang beredar di media sosial, tawanan-tawanan ini termasuk wanita lanjut usia dan anak-anak, serta tentara Israel. Untuk diketahui, Partai Mansour berada di oposisi parlemen Israel. Mereka telah menjadi anggota pemerintahan koalisi sebelumnya.
Partai tersebut mendapat dukungan dari 20 persen minoritas Arab di Israel, yang banyak di antaranya mengidentifikasi diri sebagai orang Palestina. Di sisi lain, Hamas mengancam akan mengeksekusi tawanan Israel, setiap kali mereka mengebom rumah warga Palestina tanpa peringatan.
Juru bicara Hamas, Abu Ubaida, mengeluarkan ancaman akan membunuh warga Israel di antara puluhan orang yang ditawan setelah serangan mendadak pada Sabtu pagi. Dia mengatakan, Hamas akan mengeksekusi seorang tawanan Israel, setiap kali Israel memborbardir rumah warga sipil yang dilakukan tanpa peringatan. Bahkan, Hamas mengancam akan menyiarkan eksekusi tersebut.
Israel sendiri telah mengerahkan 300 ribu tentara cadangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka juga memberlakukan blokade di Jalur Gaza, sehingga menimbulkan kekhawatiran mereka merencanakan untuk melakukan serangan darat.