REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan lanjut usia (lansia) yang mengalami obesitas disarankan lebih memperhatikan kualitas tidur. Sebab, jika kualitas tidur mereka buruk, para lansia itu kemungkinan akan lebih terimbas kondisi kesehatannya. Setidaknya, itu yang dibuktikan oleh riset terbaru.
Dikutip dari laman Medical Xpress, Rabu (11/10/2023), lansia memiliki lebih sedikit kekuatan dan massa otot di kaki dan lengan, serta punya lebih banyak lemak tubuh. Jika tidurnya kurang nyenyak, mereka lebih berisiko terkena gejala kecemasan dan depresi.
Hasil studi itu digagas oleh para peneliti di Universitas São Paulo (USP) di Brasil dan telah diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports. Jumlah lansia yang mengalami obesitas telah dilaporkan meningkat cukup signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
Di Brasil, prevalensi kelebihan berat badan pada orang berusia 60 tahun ke atas meningkat dari 53,7 persen pada 2006 menjadi 60,4 persen pada 2019 (rata-rata 1,16 persen per tahun). Sementara, tingkat obesitas meningkat dari 16,1 persen menjadi 20,8 persen (rata-rata 2,34 persen per tahun).
Kelebihan berat badan paling banyak terjadi pada lelaki maupun perempuan yang berusia 80 tahun ke atas. Obesitas meningkat paling besar pada pria dan wanita berusia 70-79 tahun. Penulis studi Hamilton Roschel menyebut populasi yang menua dan meningkatnya obesitas di kalangan lansia sebagai kombinasi yang buruk.
"Banyak di antara mereka yang sering menderita kualitas tidur yang buruk, kehilangan kekuatan dan massa otot, serta masalah kesehatan mental. Penting juga untuk diingat bahwa kualitas tidur merupakan faktor kesehatan yang penting bagi masyarakat umum," kata Roschel.
Untuk menyelidiki hubungan antara kualitas tidur dan parameter kuantitatif dan kualitatif kesehatan mental dan fisik pada lansia yang mengalami obesitas, para peneliti melibatkan 95 lelaki dan perempuan obesitas berusia 65 tahun atau lebih. Mereka diminta mengisi kuesioner kualitas tidur (PSQI) dan kuesioner kesehatan umum yang berfokus pada kecemasan, depresi dan kualitas hidup.
Peserta dibagi menjadi kelompok yang tidur nyenyak (46 orang) dan kelompok yang kualitas tidurnya buruk (49 orang) sesuai skor PSQI. Komposisi tubuh dan kekuatan genggaman tangan juga diukur. Tim peneliti menemukan bahwa orang yang kurang tidur memiliki kesehatan fisik dan mental lebih buruk, vitalitas lebih rendah, lebih banyak nyeri otot, serta gangguan fungsi fisik dan mental.
"Mereka memiliki lebih banyak lemak tubuh, lebih sedikit lemak tanpa lemak, dan lebih sedikit kekuatan otot. Kecemasan, depresi, dan kualitas mereka skor kehidupan juga lebih buruk," ujar Roschel yang merupakan pakar gizi dan ahli fisiologi olahraga klinis.
Profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Sao Paulo itu menyampaikan, temuan riset timnya menjadi peringatan akan pentingnya kualitas tidur terhadap kesehatan orang lanjut usia secara keseluruhan. Terutama, jika mereka mengalami obesitas.
Adanya obesitas pada masa penuaan berdampak pada beberapa proses fisiologis, seperti respons anabolik dan metabolisme glukosa, serta memperparah efek buruk penuaan pada gangguan tidur. Dalam beberapa bulan mendatang, tim yang sama akan mempublikasikan temuan studi longitudinal pelengkap yang melibatkan terapi gaya hidup yang dirancang untuk mencegah dampak negatif pada komposisi tubuh, seperti hilangnya massa otot seiring bertambahnya lemak tubuh, dan gangguan metabolisme seperti hiperglikemia.