Senin 23 Oct 2023 07:39 WIB

Pajak Ojol Mulai Dibahas, DKI Gandeng Operator dan Kemenkeu

Pemprov Jakarta masih menunggu realisasi regulasi pajak ini dari pemerintah pusat.

Pengemudi ojek online bersiap membawa penumpang di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (13/6/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengemudi ojek online bersiap membawa penumpang di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (13/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggandeng operator jasa dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam pembahasan regulasi pengenaan pajak dari layanan ojek online (ojol) dan toko daring (online shop).

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati saat dikonfirmasi di Jakarta, Ahad (22/10/2023), menyampaikan, pemerintah daerah yakin pendapatan dari aplikasi online tersebut dapat membawa dampak positif bagi pendapatan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI juga sudah meminta pemerintah pusat untuk membuat regulasi pengenaan pajak dari layanan ojol dan online shop.

Baca Juga

"Namun, saat ini Pemprov DKI Jakarta masih menunggu realisasi kelanjutannya dari pemerintah pusat sebelum melangkah lebih lanjut," kata dia.

Lusiana menyebutkan, pihaknya juga mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan suatu objek pajak pusat dan pajak daerah. Kajian bersama Kementerian Keuangan dilakukan agar penarikan pajak dapat dilakukan tepat sasaran.

Menurut Lusiana, digitalisasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks perpajakan. Adanya peradaban baru yang didorong oleh teknologi digital membawa potensi baru untuk pengumpulan pajak pusat dan pajak daerah.

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, digitalisasi memberikan alternatif instrumen ekstensifikasi (perpanjangan) pajak pada transaksi perdagangan elektronik (e-commerce). Di banyak negara, hal ini merupakan sumber potensial pajak yang cukup signifikan.

Kedua, isu adanya pengenaan pajak ganda bahwa digitalisasi juga membawa tantangan baru terutama dalam hal pemisahan pengenaan pajak pusat dan daerah. Karena itu, perlu adanya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghindari pengenaan pajak ganda.

Ketiga, filosofi pajak di tengah masyarakat yakni sebagai alat penyeimbang dari dampak negatif usaha, kegiatan, ataupun aktivitas masyarakat yang beroperasi di Jakarta. Pajak memiliki nilai dan fungsi menutupi dampak negatif yang timbul dan membuat atau merubah menjadi normal kembali (positive effect).

Sehingga, kata dia, digitalisasi dapat menciptakan peluang dan tantangan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam peningkatan potensi penerimaan pajak. "Penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang sejalan dengan perkembangan teknologi digital dan memastikan bahwa pajak dikenakan dengan adil," ujar Lusiana.

Selain itu, memberikan edukasi tanggung jawab kepada masyarakat terkait fungsi dan kewajiban pajak juga penting terhadap pembangunan kota DKI Jakarta.

Digitalisasi juga dapat menjadi media bagi pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja sama mengumpulkan pajak yang lebih efisien agar pembagian hasil pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

 

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement