Ahad 17 Dec 2023 23:52 WIB

Belajar dari Kasus Jagakarsa: Ibu Kandung Berhalangan, Siapa yang Berhak Asuh Anak?

Mengasuh anak pada dasarnya adalah kewajiban kedua orang tua

Rep: Imas Damayanti / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi mengasuh anak. Mengasuh anak pada dasarnya adalah kewajiban kedua orang tua
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi mengasuh anak. Mengasuh anak pada dasarnya adalah kewajiban kedua orang tua

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Mayoritas ulama sepakat bahwa hadhanah atau pengasuhan merupakan hak seorang ibu untuk menjaga dan mendidik anaknya ketika kecil. 

Namun bagaimana jika ibu kandung berhalangan untuk mengasuh? Siapa yang berhak mengasuh anak? 

Baca Juga

Para ulama lima madzhab berpendapat, hadhanah memang merupakan perkara pengasuhan, pendidikan, dan penjagaan kepada anak kecil oleh wanita pengasuh.

Namun para ulama dari lima madzhab tersebut berbeda pendapat mengenai lamanya masa asuhan seorang ibu, siapa yang paling berhak sesudah ibu, syarat-syarat pengasuh, hak atas upah, hingga hal lainnya yang melingkupi perkara tersebut.

Misalnya, dalam buku Fiqih Lima Madzhab karya Muhammad Jawwad Mughniyah, agama mengatur siapa-siapa saja yang berhak mengasuh anak apabila seorang ibu tidak mampu mengasuh anaknya. Madzhab Hanafi misalnya berpedoman dari beberapa aspek yang menyertai ketetapannya.

Dijabarkan apabila hak itu secara berturut-turut dialihkan dari ibu kepada ibunya ibu, ibunya ayah, saudara-saudara perempuan kandung, saudara-saudara perempuan seibu maka hak hadhanah-nya dapat diberikan.

Begitu juga pada saudara-saudara perempuan seayah, anak perempuan dari saudara perempuan kandung, anak perempuan dari saudara seibu, dan seterusnya hingga pada garis bibi dari pihak ibu dan ayah.

Sedangkan dalam Madzhab Maliki, hak asuh dapat diberikan apabila itu berturut-turut dialihkan dari ibu kepada ibnya ibu dan seterusnya ke atas. Lalu kepada saudara perempuan ibu sekandung, saudara perempuan ibu seibu, saudara perempuan nenek perempuan dari pihak ibu, saudara perempuan kakek dari pihak ibu, saudara perempuan kakek dari pihak ayah, ibu ibunya ayah, hingga ibu bapaknya ayah dan seterusnya. 

Baca juga: Tak Cuma Houthi, Iran Juga Bereaksi Keras Sikapi Gugus Tugas Multinasional di Laut Merah

Madzhab Imam Syafi’i mengatur hak atas asuhan secara berturut-turut meliputi ibu, ibunya ibu dan seterusnya hingga ke atas. Namun dengan syarat, kesemua garis keturunan tersebut adalah mereka yang pewaris-pewaris si anak.

Kemudian hak asuh juga dapat diberikan kepada ayah, ibunya ayah, ibu dan ibunya ayah, hingga keturunan ke atasnya. Dengan syarat yang sama, bahwa mereka juga merupakan pewaris-pewaris si anak pula. Selanjutnya barulah kerabat-kerabat dari pihak ibu, dan disusul kerabat-kerabat dari ayah.

Dalam Madzhab Hanbali, hak asuh... 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement