REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) menangguhkan penahanan terhadap Juru Bicara Timnas Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Amin), Indra Charismadji alias Nurindra B Charismiadji. Indra merupakan tersangka kasus dugaan penggelapan pajak dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Intelijen Kejari Jaktim, Mahfuddin Cakra Saputra mengatakan, penangguhan penahanan Indra dilandaskan atas persetujuan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap surat permohonan penangguhan penahanan dari EPL & Partners Law Office. Indra merupakan politikus Partai Nasdem.
"Penangguhan tersebut didasarkan pada surat permohonan penangguhan EPL & Partner Law Office Nomor: 060/EPLP/PPP/XII/2023 tanggal 27 Desember 2023," ujar Cakra melalui keterangannya di Jakarta, Sabtu. Cakra mengatakan, persetujuan penangguhan penahanan Indra dilakukan sejak Jumat (29/12/2023).
"Bahwa terhadap surat permohonan penangguhan tersebut, penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur mengeluarkan Surat Penangguhan Penahanan (T-8) Nomor PRINT 28/M.1.13/Ft.2/12/2023 tanggal 29 Desember 2023," kata Cakra menambahkan.
Kendati demikian, sambung dia, Indra tetap wajib lapor kepada Jaksa Penuntut Umum ihwal masa penangguhannya tersebut. Jika aturan dilanggar, menuru Cakra, masa penangguhan penahanan Indra dapat dicabut sewaktu-waktu.
"Tersangka tetap melaksanakan wajib lapor kepada Jaksa Penuntut Umum secara berkala dan setiap saat bersedia menghadap apabila diperlukan sehubungan dengan perkaranya," ucap Cakra.
Bila di kemudian hari tersangka melanggar syarat tersebut, kata dia, maka penangguhan itu juga dapat dicabut. Indra Charismiadji ditangkap aparat Kejari Jakti karena diduga melakukan tindak pidana perpajakan dan TPPU.
Indra yang merupakan pemilik PT Luki Mandiri Indonesia Raya diduga dengan sengaja menerbitkan dan atau menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, terhitung dalam kurun waktu tahun pajak Januari hingga Desember 2019.
Indra bersama Ike Andriani sebagai pengelola perusahaan yang sama, sekitar Januari hingga Desember 2019 diduga melakukan penggelapan pajak dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan masa PPN atau serupa dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut ke kas negara.
"Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dengan nominal Rp 1.103.028.418," kata Cakra.