REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) masih mewajibkan Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Timnas Amin) Nurindra Charismiadji wajib lapor. Kewajiban tersebut menyusul persetujuan jaksa penuntut umum (JPU) untuk memberikan penangguhan penahanan terhadap politikus Partai Nasdem tersebut.
Nurindra sejak Rabu (27/12/2023) diketahui sudah berstatus tersangka terkait kasus penggelapan pajak. Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Intelijen Kejari Jaktim, Mahfuddin Cakra Saputra menyampaikan, status wajib lapor tersebut harus ditaati Nurindra sebagai tersangka, pascapenangguhan penahanan yang sudah dilakukan sejak Jumat (29/12/2023).
Adapun permohonan penangguhan, sudah dilayangkan oleh tim pengacara kepada Kejari Jaktim sejak Rabu (27/12/2023). "Dan dari penangguhan tersebut, tersangak tetap melaksanakan wajib lapor kepada JPU secara berkala," kata Mahfuddin melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Mahfuddin menerangkan, penangguhan tersebut tak menanggalkan status hukum Nurindra sebagai tersangka. Pasalnya, kasus tersebut pemberkasannya masih tetap dilakukan sebelum diajukan ke peradilan.
"Dan setiap saat, apabila tersangka dibutuhkan sehubungan dengan perkaranya, bersedia untuk menghadap JPU," ujar Mahfuddin. Pun dikatakan dia, penangguhan tersebut bukan tak bersyarat.
Hal itu dikarenakan, apabila selama penangguhan tersebut Nurindra tak patuh dan taat terkait penuntasan kasusnya, sambung dia, JPU dapat menjebloskan ulang ke sel tahanan. "Bila kemudian hari tersangka melanggar syarat-syarat tersebut, maka penangguhan dapat dicabut," ujar Mahfuddin.
Kejaksaan sebelumnya menerangkan kasus yang menjerat Nurindra Charismiadji menjadi tersangka terkait dengan tindak pidana pajak dan pencucian uang (TPPU). Dalam kasus yang sama, kejaksaan juga melakukan penahanan terhadap satu tersangka lainnya, Ike Andriani.
Nurindra dan Ike ditetapkan tersangka selaku pihak swasta dari PT Luki Mandiri Indonesia Raya. Nurindra selaku pemilik atau pengendali perusahaan. Sedangkan tersangka Ike adalah pengelola perusahaan.
Kedua tersangka itu dari pelimpahan berkas perkara, kata Imran dijerat dengan sangkaan Pasal 39 ayat (1) c, juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang (UU) Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 dan UU Nomor 7 Tahun 2021, juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana serta Pasal 3 juncto Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Keduanya disebutkan dalam berkas perkara terjadi rentang periode 2017-2019. Keduanya juga dikatakan melakukan tindak pidana sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan masa PPN dan sengaja tak menyetorkan PPN yang telah dipungut ke kas negara.
Dari tindak pidana kedua tersangka itu, kata Mahfuddin, penyidik Kanwil DJP Jaktim dalam berkas perkara yang diterima kejaksaan, menyebutkan adanya kerugian negara senilai Rp 1,10 miliar.