Senin 29 Jan 2024 18:03 WIB

Perempuan ICMI Perjuangkan Hari Jilbab Nasional

ICMI ingin pada setiap 8 Maret menjadi Hari Hijab Nasional.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Ani Nursalikah
Calon pembeli mencoba jilbab yang dijual di salah satu toko di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (18/11/2023).
Foto: ANTARA FOTO/RIFQI RAIHAN FIRDAUS
Calon pembeli mencoba jilbab yang dijual di salah satu toko di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (18/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perempuan ICMI Welya Safitri menegaskan Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim, harus memperjuangkan agar Hari Hijab Nasional dapat dicanangkan secara resmi oleh pemerintah. Hal itu dinilai sebagai wujud kepedulian dan penghormatan negara terhadap pelaksanaan syariat menutup aurat bagi kalangan muslimah.

ICMI ingin pada setiap 8 Maret menjadi Hari Hijab Nasional. Menurut Welya, hal tersebut sebagai wujud penghargaan negara bagi muslimah yang konsisten melaksanakan perintah agama dalam hal berhijab.

Baca Juga

"Karena itu, kita akan berusaha keras agar Presiden Joko Widodo dapat mencanangkan cita-cita mulia tersebut," ujar Welya dalam keterangan persnya, pada Rapat Kerja Nasional ICMI, di Hotel Aryaduta, Jakarta, (Ahad 28/1/2024).

Welya, tokoh wanita yang juga sukses menginisasi gerakan Polwan Berjilbab itu sangat berharap menjelang akhir jabatannya Jokowi dapat meninggalkan hadiah manis bagi kaum muslimah di Indonesia. Hadiah tersebut adalah Keppres Hari Hijab Nasional.

"Istana Bogor adalah sejarah bagi Perempuan ICMI dalam kesuksesan menggulirkan Undang-undang bolehnya Polisi Wanita (Polwan) berjilbab dalam seragamnya, dan Hari Hijab Nasional ini adalah salah satu program prioritas dalam kegiatan Mudzakarah Nasional Cendekiawan Muslimah Seluruh Indonesia," jelas Welya.

Rencananya, kegiatan itu akan melibatkan seluruh organisasi masyarakat Islam di Indonesia yang memiliki sayap organisasi kemuslimatan atau perempuan sehingga perlu didukung oleh para pimpinan Ormas yang ada.

"Selain pencanangan itu, kita juga memprioritaskan untuk dihidupkannya kembali Komisi Lansia yang sebelum ini pernah di nonaktifkan oleh Pemerintah. Jangan sampai justru upaya birrul walidayn (berbakti kepada orang tua) ini malah dihilangkan tanggungjawabnya oleh negara," kata Welya.

Menurutnya, keberadaan Komisi Lansia seharusnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas spiritual dan meningkatkan ketaqwaan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka, salah satu program Perempuan ICMI adalah dengan membuat Program Pesantren Lansia dengan sentuhan materi ibadah yang pragmatis dalam kehidupan sehari-hari terkait tata cara wudhu, sholat, zikir yang menentramkan jiwa, dan harta yang membawa keberkahan dunia akhirat menjadi materi yang menghantarkan pada ikhtiar memanfaatkan waktu berharga di usia tua.

"Kita juga akan mendorong, agar pemerintah menyediakan regulasi ketersediaan kuota 30 persen bagi kalangan perempuan di berbagai lini pemerintahan, bukan hanya di legislatif saja," kata Welya.

Menurutnya, penyediaan regulasi tersebut justru baik buat pemerintah agar tidak ada lagi pertanyaan dari masyarakat tentang keberpihakan pemerintah terhadap kaum perempuan.

"Yang penting pemerintah sudah siapkan undang-undangnya, apakah bentuk keppres atau apalah itu. Masalah nanti terisi sesuai kuota atau tidak, biar masyarakat khususnya para perempuan yang akan mengisinya," kata Welya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement