Senin 05 Feb 2024 19:42 WIB

Indef: Bansos tak Efektif Turunkan Angka Kemiskinan

Pada 2024, pemerintah menggelontorkan anggaran perlinsos sebesar Rp 496,8 triliun.

Jokowi Serahkan Bansos PKH: Presiden Joko Widodo (kedua kiri) menyapa warga di sela-sela kunjungan kerja di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (25/2/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jokowi Serahkan Bansos PKH: Presiden Joko Widodo (kedua kiri) menyapa warga di sela-sela kunjungan kerja di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (25/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai program bantuan sosial (bansos) tidak efektif menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.

"Bansos ini menurut saya tidak efektif. Kenapa? Selama (hampir) 12 tahun, angka kemiskinan hanya turun (sekitar) 2 persen," kata Esther saat diskusi publik di Jakarta, Senin, menanggapi soal bansos, yang disinggung calon presiden dalam debat Pilpres 2024, Ahad (4/2/2024).

Baca Juga

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin pada September 2012 sebesar 11,66 persen. Pada Maret 2023, persentase penduduk miskin sebesar 9,36. Dengan demikian, angka kemiskinan hanya turun sebesar 2,3 persen.

Di sisi lain, anggaran perlindungan sosial (perlinsos) pada tahun ini lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2024, pemerintah menggelontorkan anggaran perlinsos sebesar Rp 496,8 triliun. Angka tersebut hampir setara dengan masa saat pandemi COVID-19 pada 2020 senilai Rp498 triliun.

Anggaran perlinsos pada 2024 juga lebih tinggi dibandingkan 2023 sebesar Rp443,5 triliun, 2022 sebesar Rp460,6 triliun, dan 2021 sebesar Rp468,2 triliun.

Esther menilai bahwa program bansos bukan solusi jangka panjang untuk menekan angka kemiskinan.

Dia juga menyampaikan kekhawatirannya atas isu politisasi bansos mengingat anggaran bansos pada tahun pemilu cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan 2009, 2014, dan 2019.

Dia mengingatkan bahwa bansos pada dasarnya merupakan jaring pengaman sosial. Esther menyarankan agar bansos diberikan kepada masyarakat dalam bentuk uang tunai yang disalurkan melalui bank.

Besaran bansos pun harus disesuaikan dengan biaya hidup atau living cost di setiap daerah. Dengan begitu, niat baik pemerintah melalui penyaluran bansos diharapkan tidak menimbulkan prasangka negatif terlebih pada saat tahun politik.

"Di negara-negara lain, orang dapat bansos atau safety social net itu lewat transfer saja. Terus nanti tiap bulannya diambil lewat bank. Mereka mau belanja beras, mau belanja apa, terserah dia. Jadi, mereka bisa mendapatkan uang atau pendapatan yang layak, seperti halnya orang-orang yang tidak miskin," kata Esther.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement