Kamis 22 Feb 2024 01:45 WIB

Rusia dan AS akan Sampaikan Pendapat Soal Penjajahan Israel di ICJ 

Israel tidak mengutus perwakilannya ke persidangan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Para pengunjuk rasa di sidang ICJ.
Foto: EPA-EFE/OLIVIER MATTHYS
Para pengunjuk rasa di sidang ICJ.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Perwakilan Amerika Serikat (AS) dan Rusia, pada Rabu (21/2/2024), dijadwalkan menyampaikan pernyataan lisan dalam sidang dengar pendapat di Mahkamah Internasional (ICJ) tentang status serta konsekuensi hukum pendudukan Israel atas Palestina. Sidang yang diagendakan berlangsung selama sepekan itu telah dimulai, Senin (19/2/2024).

Pada Selasa (20/2/2024), perwakilan sepuluh negara, termasuk Afrika Selatan (Afsel) yang sangat vokal mengkritik agresi Israel ke Jalur Gaza, telah menyampaikan pernyataan lisannya di hadapan panel hakim ICJ. Terdapat 53 negara yang akan memberi pernyataan lisan di ICJ, termasuk Indonesia. Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dijadwalkan memberi pernyataan pada Jumat (23/2/2024).

Baca Juga

Dalam sidang pada Selasa kemarin, Duta Besar Afsel untuk Belanda Vusimuzi Madonsela menekankan kepada panel hakim ICJ bahwa sistem apartheid Israel di wilayah Palestina lebih ekstrem dibandingkan yang pernah dialami negaranya. “Kami sebagai warga Afsel merasakan, melihat, dan mendengar secara mendalam kebijakan serta praktik diskriminatif tidak manusiawi yang dilakukan rezim Israel sebagai bentuk apartheid yang lebih ekstrem yang dilembagakan terhadap warga kulit hitam di negara saya,” ujar Madonsela, dikutip laman Al Arabiya.

Dia menambahkan, telah jelas, pendudukan ilegal Israel merupakan pelanggaran terhadap kejahatan apartheid. “Hal ini tidak dapat dibedakan dari kolonialisme pemukim. Apartheid Israel harus diakhiri,” ucap Madonsela.

Madonsela menekankan, sebagai pihak yang pernah mengalami apartheid, Afsel memiliki kewajiban khusus untuk menyerukan dan memastikan apartheid, di mana pun hal itu berlangsung, diakhiri. Bulan lalu, ICJ diketahui telah menerbitkan putusan pendahuluan dalam kasus dugaan genosida Israel di Jalur Gaza. Afsel adalah negara yang membawa kasus itu ke ICJ.

Menlu Palestina Riyad al-Maliki telah memberi pernyataan lisannya pada Senin lalu. Dia menegaskan, mengakhiri impunitas Israel adalah sebuah keharusan moral, politik, dan hukum. “Satu-satunya solusi yang sesuai dengan hukum internasional adalah mengakhiri pendudukan ilegal ini dengan segera, tanpa syarat dan total,” kata al-Maliki.

Sementara itu Israel tidak mengutus perwakilannya ke persidangan. Namun Tel Aviv dilaporkan sudah mengirimkan observasi tertulis kepada panel hakim ICJ.

Pada 31 Desember 2022, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi untuk meminta pendapat ICJ tentang pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Resolusi itu didukung 87 negara. Sebanyak 24 negara, termasuk AS, menentang. Sementara 53 negara lainnya memilih abstain. 

Dalam resolusi yang diadopsi, ICJ diminta menentukan konsekuensi hukum dari pelanggaran berkelanjutan Israel terhadap rakyat Palestina. Termasuk terkait tindakan Israel yang bertujuan mengubah komposisi demografis, karakter, dan status kota Yerusalem.

Resolusi juga meminta ICJ memberi nasihat tentang bagaimana kebijakan dan praktik tersebut mempengaruhi status hukum pendudukan. Selain itu, ICJ turut diminta menilai konsekuensi hukum apa yang timbul bagi semua negara dan PBB dari status tersebut.

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement