REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para astronom menemukan lubang hitam dengan massa sekitar 33 kali lebih besar dari Matahari. Lubang hitam itu disebut memiliki ukuran terbesar kedua yang diketahui di Galaksi Bima Sakti, setelah lubang hitam supermasif yang bersembunyi di pusat galaksi.
Dikutip dari laman Reuters, Senin (22/4/2024), lubang hitam yang baru diidentifikasi itu terletak sekitar 2.000 tahun cahaya dari Bumi. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam setahun, atau sejauh 9,5 triliun kilometer.
Secara kosmik, jaraknya relatif dekat, dan tepatnya berada di konstelasi bernama Aquila. Lubang hitam tersebut memiliki bintang pendamping yang mengorbitnya. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan yang dilakukan dalam misi Gaia Badan Antariksa Eropa.
Lubang hitam merupakan objek yang sangat padat dengan gravitasi yang sangat kuat sehingga cahaya pun tidak dapat lolos, sehingga sulit untuk menemukannya. Gaia Badan Antariksa Eropa berinisiatif melakukan sensus bintang besar-besaran.
Data dari Very Large Telescope milik European Southern Observatory yang berbasis di Chile dan observatorium berbasis darat lainnya digunakan untuk memverifikasi massa lubang hitam. Hasil identifikasi pun telah diterbitkan dalam jurnal //Astronomy & Astrophysics//.
"Lubang hitam ini tidak hanya sangat masif, tetapi juga sangat aneh dalam banyak aspek. Ini benar-benar sesuatu yang tidak pernah kami duga akan terlihat," ujar penulis utama studi, Pasquale Panuzzo, insinyur penelitian lembaga penelitian CNRS Prancis yang bekerja di Observatoire de Paris.
Panuzzo dan timnya menamai lubang hitam itu sebagai Gaia BH3, dan lubang hitam ini masuk kategori lubang hitam bintang, karena "lahir" dari runtuhnya sebuah bintang. Salah satu keanehannya adalah lubang hitam itu bergerak di dalam galaksi dengan arah yang berlawanan dengan arah orbit bintang di Bima Sakti.
Menurut tim astronom, Gaia BH3 kemungkinan terbentuk setelah matinya sebuah bintang yang berukuran lebih dari 40 kali massa Matahari. Diprediksi, bintang asal Gaia BH3 hampir seluruhnya terdiri dari hidrogen dan helium.
Bintang-bintang di alam semesta awal memiliki komposisi kimia yang disebut dengan metalisitas rendah. Bintang ini terbentuk relatif awal dalam sejarah alam semesta, mungkin dua miliar tahun setelah peristiwa //Big Bang//.
Ketika bintang tersebut meledak di akhir masa hidupnya (yang disebut fenomena supernova), akan terlontar sejumlah material ke luar angkasa. Sementara, sisa-sisanya runtuh dengan hebat hingga membentuk lubang hitam.
Penemuan Gaia BH3 disebut mendukung model evolusi bintang. Model itu menunjukkan bahwa lubang hitam bintang masif hanya dapat dihasilkan oleh bintang dengan kandungan logam rendah seperti bintang asalnya.
Sementara, bintang pendamping Gaia BH3 diprediksi sama tuanya dengan bintang lainnya. Massanya sekitar 76 persen massa Matahari dan sedikit lebih dingin, namun 10 kali lebih terang. Bintang pendamping itu mengorbit lubang hitam dengan jalur elips.
Jaraknya terpantau bervariasi, antara sekitar 4,5 kali jarak antara Bumi dan Matahari dan 29 satuan astronomi (AU). Sebagai perbandingan, Jupiter mengorbit sekitar lima AU dari matahari dan Neptunus mengorbit sekitar 30 AU.
"Hasil yang mengejutkan bagi saya adalah fakta bahwa komposisi kimia bintang pendamping ini tidak menunjukkan sesuatu yang istimewa, sehingga tidak terpengaruh oleh ledakan supernova lubang hitam," kata astronom Observatoire de Paris dan rekan penulis studi, Elisabetta Caffau.