Rabu 05 Jun 2024 15:46 WIB

Komisi Kejaksaan dengan KPK Saling Semprot Dampak Putusan Bebas Hakim Agung Gazalba

Melalui putusan yang diketok di PN Jakarta Pusat, Gazalba lolos untuk sementara.

Rep: Rizky Suryarandika, Bambang Noroyono/ Red: Mas Alamil Huda
Terdakwa Hakim Agung Gazalba Saleh berjalan usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Terdakwa Hakim Agung Gazalba Saleh berjalan usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kejaksaan (Komjak) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersurat kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk meminta delegasi penuntutan. Hal tersebut guna merespons putusan sela dengan terdakwa hakim agung nonaktif Gazalba Saleh.

Lewat putusan yang diketok di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gazalba lolos untuk sementara ini dari perkara gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dalam pertimbangannya, hakim menilai Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki wewenang dan tidak berwenang melakukan penuntutan dalam kasus Gazalba Saleh karena tidak ada surat pendelegasian dari Jaksa Agung. Sehingga surat dakwaan jaksa KPK dianggap tidak dapat diterima.

Baca Juga

"Jadi menurut saya, surati saja Jaksa Agung meminta pendelegasian penuntutan. Saya yakin Jaksa Agung akan segera memproses dalam tempo secepat-cepatnya," kata Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Prof Pujiono kepada wartawan, Selasa (4/6/2024).

Pujiono menilai, langkah tersebut guna menyelesaikan sengketa kelembagaan. Sebab Pujiono meyakini ada urusan lebih besar lagi yang wajib dikejar yaitu upaya pemberantasan korupsi. "Saya rasa clear. Jadi jangan diperpanjang lagi," ujar Pujiono.

Komjak mempersilakan KPK yang mengajukan keberatan atas putusan sela tersebut. Apalagi upaya itu tergolong langkah hukum yang diberikan oleh KUHAP. "Kalau upaya banding, itu tidak apa-apa," ucap Pujiono.

KPK tak terima dan menyemprot balik Komjak. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan, agar Komjak tak ikut-ikut campur dengan urusan yang bukan menjadi kewenangannya.

Ghufron mengatakan, Komjak dengan peran dan fungsinya, cukup saja menjalankan mandat Pasal 3 Perpres 18/2011. Yaitu terkait dengan fungsi pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja serta prilaku jaksa, dan pegawai kejaksaan.

“Cukuplah Komjak fokus pada tugas yang dibebankan negara kepadanya. Yang tentu itu juga berat. Tidak perlu Komjak itu lompat pagar masuk pada pekarangan wewenang lembaga lain,” begitu kata Ghufron melalui pesan singkatnya, Rabu (5/6/2024).

Apa yang disampaikan Komjak itu, menurut Ghufron, tak sesuai kapasitas. Karena dikatakan dia, Komjak tak punya kewenangan apapun dalam memberikan saran ataupun menyampaikan pendapatnya atas putusan perkara korupsi yang sedang dihadapi KPK. Termasuk, kata Ghufron, dalam urusan putusan terhadap Gazalba Saleh tersebut.

“Komjak fokus saja dengan apa yang menjadi tugasnya. Putusan sela Gazalba ini berat. Biar kami dan segenap KPK yang akan merepons putusan tersebut sesuai dengan koridor hukum yang ada. Dan tidak perlu Komjak repot-repot,” begitu kata Ghufron.

Alih-alih menerima saran, ataupun penyampaian tersebut, Ghufron malah curiga dengan Komjak yang menurutnya nekat lompat pagar atas permasalahan lembaga lain. Ghufron malah balik menuding Komjak sepertinya punya maksud mendukung putusan sela yang membebaskan Gazalba Saleh tersebut.

“Komjak tidak perlu repot-repot mengotori diri sehingga terlihat Komjak dalam satu frekuensi dengan putusan tersebut. Apa kepentingan Komjak yang bukan merupakan pihak, tetapi mengomentari putusan hakim?,” kata Ghufron.

Sebelumnya dalam nota keberatan, penasihat hukum Gazalba Saleh mengatakan alasan eksepsi diajukan lantaran penuntut umum pada KPK tidak menerima pendelegasian wewenang dari Kejaksaan Agung.

Dengan begitu, berdasarkan asas sistem penuntutan tunggal dan dominus litis, penasihat hukum Gazalba menilai hanya Jaksa Agung yang berwenang melakukan penuntutan dan sebagai penuntut umum tunggal, sehingga pengendalian seluruh penuntutan perkara pidana merupakan kewenangan Jaksa Agung.

Adapun dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU senilai Rp 25,9 miliar selama kurun waktu 2020 hingga 2022. Dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp 200 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad di Mahkamah Agung (MA) yang mengalami permasalahan hukum soal pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Untuk TPPU senilai Rp 25,7 miliar, Gazalba didakwa menggunakan uang hasil gratifikasi dan penerimaan lain dengan membelanjakannya dengan identitas dan nama orang lain. Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement