Senin 24 Jun 2024 05:08 WIB

Ahli Psikologi Forensik: Pernyataan Kapolri Pintu Eksaminasi Guna Temukan Novum Kasus Vina

Kapolri akui pengusutan awal kasus Vina tak berbasis scientific crime investigation.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Andri Saubani
Reza Indragiri Amriel
Foto:

Pernyataan Kapolri tentang penyidikan awal kasus Vina tak berbasis pada scientific crime investigation dinilai Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tak memengaruhi putusan dan proses hukum yang sedang berjalan saat ini. “Hal tersebut (tidak berbasis scientific crime investigation) tidak memengaruhi kelengkapan berkas, karena toh alat-alat buktinya sudah ada, dan kasusnya sudah disidangkan,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, Ahad (23/6/2024).

“Dan dari yang sudah disidangkan itu sudah mendapatkan putusan dari majelis hakim sampai tingkat kasasi, dan sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap,” sambung Poengky.

Menurut Poengky, pernyataan Kapolri tentang scientific crime investigation tersebut, sebetulnya cuma penguatan teknis dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Scientific crime investigation tersebut, kata Poengky menerangkan, cuma metode, ataupun sarana keilmuan yang membantu penyidik kepolisian dalam pengusutan, ataupun perumusan suatu peristiwa tindak pidana. Metode modern berbasis sains dan ilmiah tersebut, kata Poengky, memang lebih dapat menguatkan pembuktian oleh penyidik atas satu peristiwa tindak pidana.

Akan tetapi, Poengky menegaskan, penyidikan science crime investigation tersebut, tak ada kaitannya dengan prasyarat dalam keabsahan suatu pembuktian tindak pidana. Karena itu, kata Poengky, pun jika suatu penyidikan peristiwa pidana tak berbasiskan pada penyidikan science crime investigation, bukan berarti bukti-bukti yang telah didapat oleh penyidik dari hasil penyidikannya, menjadi gugur, dan tak meyakinkan.

“Dalam KUHAP (Kita Undang-undang Hukum Acara Pidana), yang paling penting itu adalah lengkapnya alat bukti, yang terdiri dari keterangan saksi, tersedianya bukti-bukti, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa,” kata Poengky. 

Alat-alat bukti yang ditemukan penyidik tersebut, kata Poengky, dalam prosesnya tetap melibatkan lembaga penegak hukum lain sebagai pelapis verifikasi. Yaitu, dengan peran Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat menerima berkas perkara dan alat-alat bukti sebelum diajukan ke persidangan.

 

Di persidangan pun, kata Poengky, alat-alat bukti yang diajukan penyidik, dan yang disajikan tim JPU ke pengadilan, kembali diuji oleh majelis hakim. “Oleh karena itu, dalam kasus kematian Vina dan Eky ini, sudah disidangkan, dan sudah berkekuatan hukum tetap. Maka berarti, alat-alat buktinya selama ini sudah lengkap dan sah. Jika tidak lengkap, dan tidak sah, tidak mungkin bisa disidangkan,” kata Poengky.

Pun sebetulnya, kata Poengky, penyidikan kematian Vina dan Eky yang dilakukan Polda Jabar 2016, sebetulnya pun tetap mengandalkan adanya bukti-bukti berbasis sains dan ilmiah. Yaitu, kata Poengky, dengan adanya hasil visum, dan autopsi.

“Dan itu dibuktikan di dalam BAP (berita acara pemeriksaan) disebutkan bahwa ada disebutkan hasil autopsi penyebab kematian Vina dan Eki,” kata Poengky.

Namun memang, menurut Poengky, penyidikan 2016 tersebut, kurang secara scientific crime investigation karena tak ada ditemukan bukti visual yang dapat meyakinkan tentang apa sebenarnya yang dialami Vina dan Eky pada saat sebelum kematiannya itu.

“Mungkin, yang dianggap kurang scientific itu, misalnya karena memang tidak ditemukan adanya CCTV pada saat di TKP (tempat kejadian perkara),” kata Poengky. Meskipun begitu, kata Poengky, tetap saja hasil penyidikan 2016, sudah berujung pada proses hukum acara yang sesuai, dan sudah mendapatkan kepastian hukum. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement