REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah berikut ini mengilustrasikan situasi ketika tingginya kemampuan kognitif tidak diiringi dengan ketulusan hati sebagai seorang berilmu.
Tersebutlah pada masa lalu, seorang ulama besar menyambangi muridnya. Imam Fudhail bin Iyadh demikian nama sang alim sebelumnya mendapatkan kabar tentang kondisi seorang muridnya.
Imam Fudhail menaruh perasaan iba dan khawatir akan sakit yang diderita sang murid. Terlebih lagi, santri itu termasuk yang paling cerdas.
Absennya pemuda itu dalam beberapa pekan terakhir di majelis tentu menjadi perhatian tersendiri bagi sang ulama Khurasan.
Setelah menempuh perjalanan, tibalah sang imam di kediaman santrinya itu. Betapa terkejutnya. Ternyata, sang murid sudah terkapar tak berdaya di atas ranjang.
Melihat keadaannya itu, ulama dari Bani Tamimi tersebut meyakini satu hal, usia pemuda itu tidak lama lagi menemui ajal.
Di pengujung napas terakhirnya, murid tersebut masih mengenali wajah gurunya. Ia berupaya bangkit, tetapi tubuhnya begitu lemas. Sendi-sendi terasa berat untuk digerakkan.
Imam Fudhail pun mengisyaratkan agar muridnya tetap berbaring. Sejurus kemudian, ulama ini mengangkat kedua tangannya dan berdoa untuk kebaikan santrinya tersebut.
Setelah itu, ia duduk di sisi kepala pemuda itu dan membuka mushaf Alquran. Saat hendak membaca surah Yasin, tiba-tiba tangan Imam Fudhail dipegang muridnya.
“Wahai Tuan Guru, janganlah engkau membacakan surat itu di dekatku,” katanya sambil menatap cemas.
Imam Fudhail menuruti begitu saja permintaan anak muda ini. Ia pun menaruh kembali mushaf Alquran ke dalam tasnya. Lantas, ulama tersebut bersiap membacakan zikir. Pertama-tama, sang imam menggumamkan tahlil, Laa ilaaha illallah.
Kalimat tauhid itu diucapkannya secara perlahan, dengan harapan bahwa muridnya itu dapat ikut mengucapkan. Ternyata, pemuda yang sedang terbujur sakit itu kembali memegang tangan gurunya.
“Wahai Guru, hentikanlah zikirmu itu. Sungguh, aku tidak akan bisa membaca itu karena aku terbebas darinya,” ucap si santri dengan sisa-sisa tenaganya. Sesaat kemudian, pemuda itu mengalami sakaratul maut hingga wafat. Imam Fudhail begitu sedih.
Sebab, pada momen terakhir hidupnya sang murid justru menghindar dari mengucapkan Laa ilaaha illallah.
Penyebab suul khatimah ....