REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan putusan 60 dan 70 Tahun 2024 tetap sah, dan berlaku meskipun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum merevisi UU Pilkada 2016. Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, sejatinya memang, putusan MK, dieksekusi dengan DPR sebagai pembuat UU, merevisi pasal-pasal yang sudah diperbaiki oleh hakim konstitusi melalui putusan 60 dan 70/2024 tersebut.
Akan tetapi, belum adanya perevisian tersebut, dua putusan MK itu, pun sudah otomatis menjadi bagian yang sah dalam UU Pilkada 2016. “Membacanya itu, dengan menjadikan Undang-undang Pilkada (UU 10/2016) yang sudah diuji konstitusionalitasnya, atau yang dinyatakan konstitusionalitasnya dengan putusan MK. Jadi membaca Undang-undang-nya itu (UU Pilkada), tidak bisa dilepaskan dari putusan MK,” kata Fajar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Menurut Fajar, sebelum ada UU Pilkada yang baru, kata Fajar, putusan MK 60, dan 70/2024 tetap melekat sebagai penyempurnaan yang konstitusional dalam UU Pilkada 2016. “Jadi, sebelum ada undang-undang (pilkada) yang baru, ya putusan MK itu berlaku ke dalam undang-undang pilkada (2016). Dan undang-undang pilkada itu (2016), melalui keputusan MK sudah disempurnakan konstitusionalitasnya,” kata Fajar.
Karena kata Fajar, putusan MK yang kedudukannya setara dengan undang-undang, mau tak mau UU Pilkada 2016 tersebut menjadikan putusan MK sebagai penyempurnaan. “Jadi putusan MK itu, menjadi satu kesatuan dengan undang-undang (pilkada) yang sudah diuji,” ujar Fajar.
Sebab itu, kata dia, putusan 60/2024 dan 70/2024 dapat dijadikan dasar hukum dan acuan yang sah bagi partai politik (parpol), atau gabungan parpol dalam mendaftarkan para calon kepala daerahnya (cakada) untuk Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dua putusan MK tersebut berlaku selama DPR, sebagai pembentuk UU tak mengundangkan beleid terkait Pilkada.