REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah Muhammad SAW berpulang ke rahmatullah pada Senin bulan Rabiul Awal, tahun ke-11 Hijriah. Meski harinya tidak diperdebatkan, tanggal pastinya masih dipenuhi perdebatan kalangan sejarawan.
Ada yang menyatakan tanggal 2 Rabiul Awal. Ada pula yang menyebut tanggalnya adalah 12 Rabiul Awal.
Yang pasti, jasad mulia Nabi SAW dikubur sehari setelah wafatnya. Prosesi penguburan berlangsung pada siang hari Selasa. Menurut kalender yang berlaku kala itu, usia beliau adalah 63 tahun.
Orang-orang memandikan jasad Nabi Muhammad SAW tanpa melepas pakaian dari jasad mulia beliau shalallahu 'alaihi wasallam. Yang melakukan prosesi itu adalah keponakannya, Ali bin Abi Thalib. Air yang dipakai berasal dari sumur Ghars yang terletak di Quba. Ali dibantu oleh al-'Abbas dan putranya, al-Fadhl.
Setelah itu, prosesi kafan. Untuk itu, mereka melapisi jasad mulia Nabi SAW dengan tiga helai kain putih berbahan katun. Tidak dipakai baju kurung dan penutup kepala.
Usai itu, jenazah beliau kemudian diletakkan di atas ranjang di rumah Nabi SAW dan 'Aisyah. Rumah itulah yang menjadi lokasi Rasulullah SAW menjemput ajalnya.
Sempat terjadi diskusi tentang di manakah jasad Rasulullah SAW akan dimakamkan. Ada yang menyarankan supaya jenazah beliau dikuburkan di Makkah. Bahkan, ada yang mengusulkan kota lain, yakni Baitul Makdis di Palestina.
Kemudian, Abu Bakar berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada seorang nabi pun meninggal, kecuali dikubur di mana dia dicabut nyawanya." Ali bin Abi Thalib lantas membenarkan pernyataan Abu Bakar itu.
Maka bersepakatlah semuanya, jasad Nabi SAW akan dikubur di tempat beliau menghembuskan nafas terakhir. Abu Thalhah Zaid bin Sahal al-Anshari menggali tanah di bawah tempat Rasulullah SAW wafat.
Ada empat orang yang memasukkan jasad mulia itu ke dalam tanah. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, al-'Abbas, al-Fadhl, dan Qutsam bin 'Abbas. Muawiyah bin Abu Sufyan yang menyaksikan prosesi itu teramat berduka hatinya.
Dia lantas diam-diam menjatuhkan cincinya ke atas jasad Nabi SAW. Maka ketika keempat orang itu hendak menimbun kuburan beliau dengan tanah, Muawiyah berkata, "Cincinku terjatuh ke dalam sana. Izinkan aku mengambilnya."
Ali pun mengizinkannya.
Di dalam liang lahat, Muawiyah tidak hanya mengambil cincinnya, tetapi juga mencium kening Nabi SAW. Sesudah itu, dia naik lagi ke atas.
Hadir pula dalam prosesi pemakaman ini, Mughirah bin Syu'bah. Dia melihat apa yang dilakukan Muawiyah. Maka terbersit keinginan untuk mendapatkan kesempatan yang sama.
Mughirah lantas sengaja menjatuhkan cincinnya ke dalam liang lahat Rasulullah SAW. Maka dia pun meminta kepada Ali agar diizinkan mengambilnya.
Ali membolehkannya. Turunlah Mughirah ke dalam sana, menjumpai jasad Nabi SAW sekali lagi.
"Sungguh, aku ingin menjadi manusia terakhir yang menyentuh Rasulullah SAW," kata Mughirah bin Syu'bah.
Sesudah selesai liang lahat itu ditimbun tanah, Bilal bin Rabah yang membawa bejana geriba kemudian memercikkan air ke atas kubur itu. Dari arah kepala, dia lantas menaburi kuburan Nabi SAW dengan batu-batu kerikil yang diperolehnya dari halaman rumah beliau. Terakhir, kubur beliau ditinggikan sedikit, sekira satu jengkal dari permukaan tanah.